"Untuk kasus film Joker, tidak bisa dipukul rata."
"Apa yang dialami Joker hanya bisa terjadi pada jiwa yang lemah dalam prinsip dan konsep diri yang tidak kuat," sambung Hening.
Dia menjelaskan, pribadi yang lemah merupakan pribadi yang memiliki jwa tidak stabil dan tidak memiliki konsep diri yang kuat.
Ketika pribadi-pribadi yang lemah seperti karakter Joker tersakiti dan merasa hancur harga dirinya, entah itu karena perkataan, sikap, atau perilaku orang lain, maka si individu tersebut akan goyah jiwanya.
"Pada akhirnya untuk menetralisir rasa sakit, si individu akan melakukan pembenaran perkataan orang lain yang menyakiti dirinya," kata Hening.
Melakukan pembenaran maksudnya adalah bersikap 180 derajat dari sebelumnya.
Dari yang tadinya sangat baik menjadi bersikap sangat dingin, jahat, bengis, keji, dan tidak berprikemanusiaan.
Masih menurut Hening, ketika seseorang dengan pribadi lemah dan pikiran tidak stabil menonton film Joker, apa yang dilakukan Joker bisa menjadi inspirasi mereka untuk melakukan sesuatu yang buruk di dunia nyata.
Pasalnya, secara tidak langsung perilaku karakter Joker terekam dalam pribadi-pribadi yang lemah ini.
"Yang dikhawatirkan, jika pada satu titik down atau memiliki konflik dengan pihak lain, ingatan tentang profil Joker akan muncul dan dipraktikkan," kata Hening.
Hal tersebut tidak akan terjadi pada individu yang memiliki konsep diri kuat, berpikiran logis dan positif, serta memiliki kontrol diri dan emosi yang stabil.
Baca Juga: Pernah Jadi Produk Terlaris, Kini Obat Lambung Ranitidin Ditarik dari Peredaran, Ini Alasannya
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR