Advertorial

Kisah 'Burhan Kampak', Algojo Pembantai PKI yang Mengaku Sering Datang ke Kostrad Untuk Minta Peluru

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Pada tahun 1962, kala itu Majelis Ulama Indonesia dalam Muktamarnya di Sumatera membuat fatwa bahwa komunisme itu haram.
Pada tahun 1962, kala itu Majelis Ulama Indonesia dalam Muktamarnya di Sumatera membuat fatwa bahwa komunisme itu haram.

Intisari-online.com - Tepat pada hari ini 30 Sepember pada 1965 silam, tragedi yang dikenal dengan G 30S PKI terjadi.

Pada saat itu pula, seorang pria asal Yogyakarta bernama Burhan Kampak muncul, sebagai algojo.

Kisahnya diabadikan dalam Majalah Tempo tahun 2012, berjudul "Pengakuan Algojo 1965", seperti dikutip dari TribunewsWiki (30/9).

Ya, Burhan telah menjadi algojo 1965, untuk membasmi orang komunis khususnya di daerah Yogyakarta.

Baca Juga: Datangi Festival Musik, Remaja Ini Lupa di Mana Parkirkan Mobilnya, Seminggu Dicari Tak Juga Ketemu!

Kemanapun dia pergi Burhan selalu membawa Kampak. Oleh karenanya, dia sering disebutBurhan Kampak.

Senjata itulah juga yang sering dia gunakan untuk mengeksekusi orang-orang PKI dan para simpatisannya.

Selain kampak Burhan juga menggunakan pistol sebagai senjatanya.

Saat diwawancarai BBC pada 2015 silam Burhan mengaku menjadi satu-satunya yang membawa kampak panjang.

Baca Juga: Misteri Rumah Mayat Viking yang Ditemukan di Norwegia: 'Rumah Itu Berdiri di Tengah Gundukan'

Kebencian Burhan ternyata tumbuh sejak dia masih mahasiswa di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Pada tahun 1962, kala itu Majelis Ulama Indonesia dalam Muktamarnya di Sumatera membuat fatwa bahwa komunisme itu haram.

Mulai saat itulah kebencian Burhan mulai muncul kepada PKI dan semakin menjadi saat dia lantas dikeluarkan dari Fakultas Hukum UGM pada tahun ketiga.

Hal itu terjadi lantaran dia memasang spanduk poster tentang pembubaran Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan PKI.

Dalam keterangan Burhan, CGMI waktu itu 1963-1964 seringkali meneror dan mengintimidasi mahasiswa Islam.

Juga, mahasiswa simpatisan PKI menggelar demonstrasi di Malioboro dan tempat strategis di Jogja.

Baca Juga: Proyek Tol Langit Aksesibilitas Telekomunikasi Merata di Seluruh Indonesia Tahun 2020

Bahkan, saat Ketika Comite Central (CC) PKI DN Aidit menyinggung HMI, itu membuatnya semakin tersinggung.

Hingga pucaknya saat G30 S PKI terjadi, Burhan ikut terjun dan melakukan perlawanan pada PKI.

Sebagai staf satu dalam Laskar Ampera Aris Margono dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, Burhan memiliki lisensi untuk membunuh "License to kill"

Setidaknya ada 10 orang yang diberi pistol dan dilatih.

Mereka diberi pistol berjenis FN, lalu, Burhan seringkali datang ke markas Kostrad yang bertempat di Gedung Wanitatama, Yogya untuk minta peluru.

Dia beroperasi di daerah Luweng, Gunungkidul, kemudian Klaten.

Ketika mengeksekusi pada malam hari, para terksekusi ditutup matanya kemudian didorong dari tebing ke aliran sungai yang mengalir ke pantai selatan Jawa.

Kemudian, di Kaliwedi sebelah barat Klaten, sebelum melakukan eksekusi warga membuat parit sepanjang 100 hingga 200 meter untuk menaruh anggora PKI dan simpatisannya.

Baca Juga: Kisah Ibu Pengganti Komersil Tertua, Siap Lahirkan Bayi ke-16, Dibayar Rp260 Juta Sekali Melahirkan

Artikel Terkait