Di antaranya, anak menjadi cepat frustasi dan emosinya cepat meningkat.
“Misal anak 2,5 tahun main gawai. Begitu baterai habis, dia nangis dan marah-marah,” ungkap Seto.
Anak yang terlalu dini mengenal gawai biasanya ingin serba cepat, mengambil jalan pintas, karena semua diperoleh dengan mudah.
Seto menyebutnya dengan “terbiasa tidak melalui proses dan tidak melalui perjuangan”. Kondisi ini membuat anak-anak pun menjadi individualis.
“Bahkan bisa mengarah ke autis, karena ga bisa komunikasi dan bersosialisasi,” kata dia.
Terapi yang bisa dilakukan adalah dengan bermain bersama. Anak diberi apresiasi dan penghargaan oleh manusia, bukan robot.
Yang perlu diingat, anak merupakan peniru yang ulung. Jika orangtua ingin anak tidak tergantung kepada gawai, maka jangan gunakan gawai di hadapan anak.
“Kadang ‘kan orangtua berkata, bentar ya mama atau papa mau balas ini dulu sambil pegang gawai,” ungkap Seto.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR