“Sejak ditinggal suaminya pada 2010 lalu, Mama Undik dan kelima buah hatinya terus meratap dalam keterbatasan ekonomi. Mirisnya, tak hanya soal kekurangan ekonomi, kondisi pahit dalam kehidupan Mama Undik sangat memprihatinkan. Ukuran rumahnya sekitar 4x5 meter. Dinding dan atapnya terbuat dari pelupuh bambu. Lantainya tanah. Keluarganya tampak berdesakkan saat tidur malam,” jelasnya.
Arsy menjelaskan, tempat tidur mereka juga dibuat Mama Undik dari bambu dalam bentuk tenda.
Tak ada kamar khusus untuk keluarga dan tamu, selayaknya rumah kebanyakan orang. Tak pula ada kasur. Alas tidur mereka hanya berupa tikar yang dijahit dari kertas karung semen.
Tak ada sekat dalam rumah yang serba dirancang dari bambu itu. Yang ada sekat hanya dapur tempat Mama Anas memasak untuk anak-anaknya. Itu pun tak berdinding, bagai pondok di tengah kebun.
Suami dari Herlinawati Sarce itu selanjutnya menggalang dana untuk membantu memperbaiki rumah Mama Undik, baik lewat media sosial dan juga bertemu secara langsung dari rumah ke rumah.
Saat menggalang bantuan untuk membangun rumah Mama Undik, ia juga bekerja sama dengan Pastor Paroki Benteng Jawa, Pemerintah Desa Golo Lembur, wartawan lokal, Orang Muda Katolik (OMK) Stasi Pusat Paroki Benteng Jawa dan sejumlah pihak lainnya.
Berkat kerja kerasnya, para donatur dan berbagai pihak lainnya, rumah layak huni dari Mama Undik mulai dibangun.
Dalam jangka waktu singkat, rumah itu sudah bisa ditinggali Mama Undik bersama anak-anaknya.
“Selain aksi kemanusiaan untuk membangun rumah, saya juga pernah menyerahkan bantuan berupa sembako, uang dan kursi roda kepada kaum disabilitas (lumpuh) dengan sumber dana dari publik atau donatur,” jelasnya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ade S |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR