Awalnya Rudy melanjutkan sekolah di Carpentier Alting Stichting (CAS), dekat Stasiun Kereta Gambir, sekolah internasional tingkat SMA terbaik saat itu.
Namun lantaran tidak kuat dengan panasnya Jakarta, Desember 1950 Rudy pindah ke Bandung yang lebih dingin.
Ia tinggal di rumah kawan almarhum ayahnya, Pak Syamsusin, di Jalan Purnawarman 52, Bandung.
Ia mendapat kamar sendiri. Di sini pula kegemarannya membuat dan bermain model pesawat dari kayu balsa dimulai.
Baca Juga: BJ Habibie Meninggal Dunia: Ini Sumpah Maminya untuk Rudy Setelah Kepergian Sang Papi Tercinta
Sayang, tak lama kemudian sekolah tempat Rudy belajar, Christelijk Lyceum, pun ditutup.
Semua murid harus pindah ke Sekolah Peralihan yakni SMA Kristen di Jalan Dago 81.
Persoalan muncul karena bahasa pengantar di SMA Peralihan Kristen adalah bahasa Indonesia.
Padahal Rudy terbiasa berbahasa Belanda di sekolah internasional, sementara bahasa Indonesianya tidak lancar.
Alhasil, Rudy diledek teman-teman sekolahnya sebagai “Londo ireng” lantaran tak bisa berbahasa Indonesia.
Kepindahan Rudy ke sekolah SMA biasa membuat Mami kecewa.
Baca Juga: Cerita Saudi, Petugas Makam yang Kerap Berjumpa Habibie saat Berziarah, Kini Ia Menggali Makamnya
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR