Advertorial
Intisari-Online.com - Kisah tentang Issei Sagawa, seorang kanibal asal Jepang ini mungkin salah satu yang menarik sekaligus membingungkan.
Issei Sagawa dilahirkan dalam keluarga kaya pada April 1949, di Jepang.
Meskipun terlahir normal, dia memiliki kelainan mental.
Sejak dini dia mengakui ketika melihat bagian tubuh orang lain seolah menginginkan daging mereka untuk dimakannya.
Itu berlangsung sampai dia dewasa. Ketika dewasa dia melakukan hubungan intim dengan anjingnya, dan mulai memandangi wanita.
Ketika malam hari, dia masuk ke apertemen wanita, namun karena ukuran tubuhnya terlalu kecil dia tidak sanggup menjatuhkannya (wanita itu) ke lantai.
Alih-alih mendapatkan korban, dia justru ditangkap polisi atas tuduhan pemerkosaan, meski motif sebenarnya kanibalisme.
Ketika berusia 28 tahun, orang tua Sagawa pergi, dan Sagawa mulai menyewa pelacur, untuk masuk ke rumahnya dengan maksud untuk menembaknya, tetapi dia ketakutan setiap kali mencoba.
Hal seperti itu berlangsung hingga bertahun-tahun, hingga musim panas 1981, Sagawa yang berusia 32 tahun pindah ke Paris.
Dia meyakinkan teman sekelasnya Rene Hartevelt untuk datang ke tempatnya.
Baca Juga: Seperti Penyihir, Bocah Ini Bisa Gunakan Kartu Bridge Bak Senjata Tajam, Rupanya Ini Rahasianya
Sagawa memandangnya sebagai dewi tertinggi, dan jika memakannya dia akan memasukkan energi ke dalam tubuhnya.
Saat Hartevelt mulai membaca puisi, Sagawa menyelinap di belakangnya dengan senapan dan menembak lehernya.
Kejutan dan kegembiraan itu membuat Sagawa pingsan.
Begitu Sagawa bangun dia mulai memperkosa mayatnya dan mencoba memakannya dengan giginya.
Namun dia tahu tak sanggup melakukannya, akhirnya dia pergi membeli pisau daging untuk memotong tubuh Hartevelt.
Baca Juga: Ilmuwan Mengungkapkan Inilah yang Terjadi pada Organ Intim Anda Jika Mencukur Rambut Kemaluan
Dia menghabiskan dua hari memakan tubuh Hartevelt dan mencoba membuang sisanya ke danau, tapi dia tertangkap oleh polisi.
Saat itu ayahnya rela membayar pengacara demi putranya.
Dua tahun menunggu persidangan, pengadilan memutuskan untuk menempatkannya di rumah sakit jiwa.
Namun, kasus itu menarik perhatian penulis Jepang.
Dia terbang ke Paris untuk bertemu Sagawa dan mereka berkolaborasi membuat buku In The Fog.
Itu menceritakan semua versi pembunuhan yang dilakukan Sagawa.
Baca Juga: Sistem Getah Bening Juga Perlu Detoksifikasi, Berikut 5 Cara Alami yang Dapat Anda Lakukan!
Buku itu menarik publisitas namun tidak diinginkan otoritas Prancis, hal itu menyebabkannya dikembalikan ke negara asalnya.
Begitu tiba di Jepang, psikolog di rumah sakit jiwa mempelajari Sagawa.
Mereka menyimpulkan bahwa dia bukan orang gila tetapi mesum.
Karena pihak berwenang Prancis telah membatalkan tuduhan terhadapnya, dan dokumen pengadilan disegel, Agustus 1986 Sagawa bebas.
Sebelas tahun berikutnya, dia menjadikan keburukannya sebagai pembicara, dan menulis buku tentang kejahatannya.
Dia berkecimpung sebagai reviewer restoran dan muncul di film dalam adegan sadis pada akhir 1990-an.
Begitu orang tuanya meninggal pada 2005, ia akhirnya pindah ke perumahan umum dan mengaku harus mencari kesejahteraan.
Sagawa kemudian mengatakan bahwa masa lalunya telah menciptakan kehidupan yang menyedihkan baginya sekarang.
Baca Juga: Hari Olahraga Nasional : Lima Manfaat Olahraga untuk Kesehatan Tubuh