Menyadari tingginya kualifikasi perusahaan dalam menerima fresh graduate, Bagus memutuskan mengadu nasib kembali dengan berkuliah di National Taiwan University untuk meraih gelar S2 dan S3 dengan jurusan Mekanika Terapan.
Tantangan baru yang Bagus sadari ketika melanjutkan studi di luar negeri tanpa beasiswa adalah persoalan biaya. Tidak habis akal, melalui relasi yang dibangun, Bagus membiayai kuliah dari keuntungan yang ia dapat sebagai sales pompa air.
"Saya tahu kalau saya menyerah dan pulang ke Tanah Air maka semua selesai sudah. Tidak akan ada kesempatan lain. Tertutup sudah semua kesempatan. Tapi kalau saya bisa menyelesaikan ini (S2 dan S3) pintu kesempatan masih terbuka buat saya," jelas Bagus kepada Kompas.com.
Bagi Bagus kunci kesuksesan seseorang adalah saat orang tersebut mampu memaksimalkan kesempatan, meski dibawah tekanan.
Baca Juga: Remaja 12 Tahun Ini Tertancap Pegas Logam di Punggungnya Saat Bermain Trampolin
Kesempatan tak datang dua kali
Setelah meraih gelar doktor di tahun 2012, di tahun yang sama Bagus menikahi perempuan berkebangsaan Jerman. Menimbang kesulitan bekal ilmu untuk dikembangkan di Indonesia bersama sang istri, keduanya memutuskan bekerja di Eropa.
Saat itu, kesempatan terbuka di bidang matematika. Dalam wawancara, Bagus mengaku sulit memutuskan kesempatan ini.
Apalagi sistem kerja post-doctoral itu bersifat kontrak hanya berjangka 1,5 tahun. Dalam tempo itu pula, dirinya harus belajar dari awal di bidang matematika dan menghasilkan jurnal ilmiah terpublikasi.
Kendati demikian Bagus membulatkan tekat mengambil langkah tersebut di Institut de Mathematiques de Toulouse, Perancis hingga tahun 2014.
Bagus mengakui dalam perjalanan akademiknya, ia jarang mengambil keputusan, namun memaksimalkan kesempatan yang ada di depan mata. Dengan latar belakang yang berbeda, dirinya memberanikan diri melanjutkan post-doctoral Imperial College London.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR