Jika tidak tersalurkan, akumulasi air memang bisa jadi biang kerok amblasan di wilayah batuan sedimen.
Apalagi diketahui, susunan batuan di TKP (tempat kejadian perkara) terdiri atas endapan vulkanik berupa tufa, lalu di bawahnya aluvial purba (bekas aliran sungai purba), sedangkan paling dasar barulah batuan lempung.
Air dalam volume besar, seperti di musim hujan, akan mentok dan terakumulasi dalam batuan paling dasar setelah terserap oleh tufa dan aluvial.
Dari sanalah mulai timbul pergerakan tanah.
Kejadian di sekitar wilayah batuan sedimen Cipularang tentunya tidak mencerminkan kondisi di Cipularang seluruhnya.
Secara umum, jalan tol dinyatakan layak digunakan. Hanya saja, tetaplah terus berdoa dan taatilah peraturan lalu lintas.
Terlebih, dari sisi lalu lintas, wilayah ini kebetulan termasuk daerah rawan kecelakaan.
Dari arah Bandung, jalannya menurun tajam dan berkelok seperti huruf “S”.
PT Jasa Marga memasang banyak rambu agar pengguna jalan mengurangi kecepatan dan lebih berhati-hati.
Yang penting, saat melintas tol ini berhati-hati dan pastikan semua dalam kondisi fit, baik mobil maupun pengemudinya.
Jika mengantuk tidur sebentar di tempat peristirahatan.
Jaga kecepatan, syukur mau mematuhi aturan kecepatan yang sudah ditetapkan pihak pengelola jalan tol. (Agus Surono/Intisari)
Baca Juga: Kecelakaan Maut di Tol Cipularang, Kemenhub Sebut Aspek Geometrik Bisa Jadi Penyebabnya
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR