Segenap perumusan di atas barulah sebagian dari kajian ilmiah atas karya Dwi Koen. Terbukti, seorang kartunis lernyata tidak sekadar menyumbangkan dagelan, sebaliknya gambar humor (comic) alias kartun ini telah mengundang banyak kajian serius.
Apa yang disebut kritik itu tampaknya memang seperti disampaikan dengan cara yang selugas-lugasnya, tetapi latar "Majapahit" telah berhasil membuatnya tidak terlalu langsung, yang memang diperlukan, jika mengingat potensi bahaya yang selalu menginngi kartun dalam media massa.
Jadi, yang semula seperti dagelan, sebetulnya adalah suatu seni (meng)-kritik. Ternyata "seni"-nya ini memancing segala bentuk perbincangan ketat yang disebut kajian ilmiah, bukan sekadar untuk menangkap pesan, tetapi membongkar maknanya.
Bukankah ini merupakan kontribusi sosial?
Baca Juga: GM Sudarta: Menjadi Kartunis Itu Sering Terjebak dalam Kepahitan Hidup
Sambilan dan penghargaan
Namun bagaimana pendapat Dwi Koen sendiri? Apakah beliau sama serius seperti para peneliti tentang dirinya? Jika menengok riwayat lahirnya kartun seri Panji Koming, para Pembaca yang Budiman janganlah kiranya terlalu kecewa jika semula Panji Koming ini bagi Dwi Koen ternyata hanyalah semacam sambilan.
Memang benar secara formal Dwi Koen belajar pada jurusan Ilustrasi Grafis di Sekolah Tinggi Seni Rupa ASRI pada 1963-1964, yang sekarang terleburkan ke dalam Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta, tetapi bidang pergulatan utamanya adalah film.
Dwi Koen adalah seorang produser dan sutradara yang bukan saja telah melahirkan banyak film iklan, dokumenter, dan animasi, dalam pengabdian selama 25 tahun (1976-2001), melamkan juga telah mendapat banyak penghargaan, termasuk Piala Citra untuk Film Dokumenter dalam Festival Film Indonesia tahun 1981.
"Sejak melihat film-film Walt Disney, cita-cita saya hanya satu, yaitu bikin film animasi," ujarnya kepada Intisari.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR