Dosen Teknik Geofisika, FTTM – ITB Zulfakriza Z menulis dalam artikel kolomnya untuk Kompas.com, 27 Januari 2018 bahwa beberapa setidaknya ada delapan kejadian gempa merusak Jawa yang tercatat dalam buku Indonesian’s Historical Earthquake publikasi Geoscience.
Gempa-gempa ini terjadi pada tahun 1699 (Jawa dan Sumatra), 1780 (Jawa Barat dan Sumatra), 1815 (Jawa, Bali dan Lombok), 1820 (Jawa dan Flores), 1834 (Jawa Barat), 1840 (Jawa Tengah dan Timur), 1847 (Jawa Barat dan Tengah) dan 1867 (Jawa dan Bali).
Untuk tsunami, Eko Yulianto selaku pelacak jejak tsunami purba dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berkata bahwa tidak ada catatan sejarah tentang tsunami besar di selatan Jawa.
Dilansir dari artikel Kompas.com, 15 Februari 2019; Eko berkata bahwa yang tercatat hanya pada tahun 1800-an dan 1921, tetapi itu pun masih tergolong tsunami kecil.
Baca Juga: Kronologi Lengkap Penangkapan Nunung Terkait Kepemilikan Sabu, Melibatkan Sebuah Transaksi Unik
Meski demikian, dia juga berkata bahwa karena daerah selatan Jawa merupakan kawasan zona subduksi, besar kemungkinan akan terjadi gempa-gempa berkekuatan besar yang bisa menimbulkan tsunami.
2. Megathrust dalam gempa dan tsunami besar
Sama seperti kali ini, megathrust juga disebut-sebut dalam kabar potensi gempa di Jakarta dan potensi tsunami Pandeglang yang dalam skenario terburuk mencapai ketinggian 57 meter pada tahun lalu.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, menjelaskan bahwa megathrust bisa diartikan sebagai gerak sesar naik yang besar.
Biasanya, mekanisme gempa ini terjadi pada pertemuan lempeng benua atau zona subduksi.
Di Indonesia, terdapat 16 titik gempa megathrust, termasuk Selat Sunda Banten, Selatan Jawa Barat dan Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR