Daun segarnya ada di sekitar pondok Tebat Rasau. Sebelum menjadi seduhan, daun pelawan perlu diolah menjadi serbuk.
Jika rutin diminum, seduhan daun pelawan berkhasiat meredakan panas dalam, badan lesu sampai masuk angin.
Rupanya komunitas ini juga memproduksi teh pelawan dalam bungkusan kecil yang seharga Rp 10.000 tetapi belum dijual secara massal.
Alasannya, produk mereka belum berstampel resmi dari lembaga pangan.
Teh pelawan menjadi bukti kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Dulu, masyarakat banyak memanfaatkan akar untuk tanaman obat.
Tetapi jika menggunakan akar, otomatis satu tanaman harus dikorbankan.
“Tadinya tradisi pakai akar, tetapi atas kepedulian, kami mengambil daunnya saja,” cerita Nikhendri, seorang anggota komunitas Tebat Rasau.
Selain seduhan daun pelawan, komunitas ini juga mendirikan tempat wisata yang berbasis masyarakat, ekowisata, dan budaya sebagai warisan alam di sekitar sungai purba Desa Lintang, Belitung.
Baca Juga: Di Masa Depan, NTT Akan Mengandalkan Ekowisata
Penulis | : | Natalia Mandiriani |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR