Tidak dari pendidikan formal
Menariknya, ternyata banyak pekerja di Weta Workshop tidak memiliki pelatihan maupun pendidikan formal di dunia perfilman.
Mereka kebanyakan belajar otodidak. Pengolahan ide juga dilakukan secara mandiri.
Contohnya Masayuki Ohashi, pengukir di Weta Workshop, yang mengatakan kalau ide yang disalurkannya dalam pembuatan film berasal dari pengalaman pribadi.
“Ide-ide muncul tiba-tiba,” kata Masayuki yang pernah terlibat dalam film Ghost in the Shell (2017).
“Itu terkait dengan apa yang telah saya lihat atau saya dengar sebelumnya.”
Para desainer di Weta Workshop boleh menuangkan ide mereka sendiri sampai taraf tertentu.
“We employ total amateurs,” canda Federica soal kepanjangan Weta.
Meski “amatir”, akan tetapi bagi Federica, para seniman di sini memiliki talenta dan kemampuan untuk berkarya.
Efek khusus
Matt Hopkins merupakan sosok di balik pembuatan efek khusus dari film-film di Weta Workshop.
Dengan fokus utama di bidang pengecatan, ia telah mewarnai armor dan senjata untuk trilogi The Hobbit maupun peralatan prostetik untuk Ghost in the Shell.
Tahapan awal pembuatan film bermula ketika penciptanya datang dengan ide.
Matt pun harus mewujudkannya secara fisik.
“Dan tahap paling pertama dalam produksi (film) apa pun adalah desain,” kata Matt yang telah 6,5 tahun bergabung dengan Weta Workshop.
“Kamu harus mencari tahu itu akan terlihat seperti apa sebelum menjadikannya sesuatu yang nyata.”
Sebuah desain bisa saja disetujui dalam 2,5 jam atau bahkan sampai dua tahun.
Baca Juga: Kisah Kusni Kasdut, Seorang Pejuang yang Jadi Perampok, Akan Difilmkan
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Trisna Wulandari |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR