Dalam penelitian hukum tentang perkembangan hukum adat di Provinsi Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Ahmad Ubbe, diuraikan bagaimana kebudayaan bugis mengatur tentang pergaulan antara wanita dan laki-laki.
Pergaulan yang dianggap tercela atau melewati batas natara wanita dengan laki-laki, menurut penelitian yang dilakukan oleh dari Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 2005 tersebut, dikenal dengan sebutan malaweng.
Terdapat tiga tingkat malaweng, yaitu:
"(1) Malaweng pakkita (gerak-gerik mata yang terlarang atau sumbang
mata);
(2) Malaweng kedo (perbuatan, atau gerak-gerik dan tingkah-laku yang
terlarang, tingkah laku sumbang);
(3) Malaweng luse (perbuatan meniduri atau seketiduran dengan orang
yang terlarang atau, sumbang seketiduran)."
Pelaku malaweng pakkita dan malaweng kedo, meski tetap dianggap melakukan perbuatan tercela, tidak mendapatkan hukuman yang keras.
Namun, lain halnya dengan pelaku malaweng luse, dimana perbuatan yang dilakukan disamakan dengan perbuatan binatang (gau olokolok), yang akan mendapat hukuman berat: dihukum mati dengan cara yang sangat mengerikan.
Source | : | Kompas.com,bphn.go.id |
Penulis | : | Ade S |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR