Hingga akhir Mei 2019, belum juga ada helikopter yang datang menjemput.
Persediaan bahan makanan berupa beras dan minyak goreng yang dibawanya tiga bulan lalu pun telah lama habis.
Demikian pula stok obat-obatan. Semuanya telah habis dipakai.
Namun, Patra tinggal seorang diri dan tetap bertahan setelah temannya sesama perawat memutuskan turun ke kota Wasior dengan berjalan kaki.
Dia terus memberi pelayanan medis dengan kondisi apa adanya.
Untuk mengisi hari, bujangan kelahiran 1988 ini selalu berintekrasi dengan warga setempat, dari berkunjung ke rumah warga, bermain bersama pemuda setempat, hingga ikut berkebun bersama warga.
"Tiap sore dia pergi dengan anak-anak menyanyi-menyanyi," kata seorang warga Oya yang dikisahkan Kepala Puskesmas Naikere Tomas Waropen di Wasior, Minggu (24/6/2019).
Hari terus berlalu, helikopter yang ditunggu tak juga tiba, tetapi kesetiaan Patra tetap tak luntur.
Dia terus bertahan meski di hatinya memendam kecewa terhadap instansi tempatnya bekerja hingga akhirnya dia jatuh sakit.
Mengetahui kondisinya kian memburuk, seorang warga Kampung Oya memutuskan berjalan kaki untuk memberitahukan kondisi sang mantri kepada kepala Puskesmas Naikere.
Meskipun demikian, tetap saja tidak ada helikopter yang datang untuk mengevakuasinya ke kota guna mendapat perawatan medis.
Pada 18 Juni 2019, Patra mengembuskan napas terakhir di tempat tugasnya di Oya.
Dia meninggal dalam kesendirian, tanpa ada keluarga, teman, maupun kerabat yang mendampingi Pahlawan Kemanusiaan itu.
Baca Juga: Hebat, TNI Berhasil Gagalkan Penyelundupan 1.445 Liter BBM ke Timor Leste
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR