Dari Chastelein daerah ini dibeli oleh seorang kaya raya, Justinus Vinck, yang kemudian mendirikan Pasar Weltevreden dan Pasar Tanah Abang.
Setelah Vinck meninggal, tanah itu dijual kepada Gubernur Jenderal Jacob Mossel yang selanjutnya mendirikan gedung besar, Landhuis Weltevreden.
Jalan lurus menuju gedung itu banyak ditanami pohon rindang yang dipangkas rapi. Entah kenapa, jalan itu kini dikenal dengan nama Gang Kenanga.
Weltevreden merupakan pengembangan Kota Batavia dengan batas-batas di sebelah timur Jln. Gunung Sahari - Senen - Kramat, di sebelah selatan Jembatan Kramat hingga Jin. Prapatan, di sebelah barat Sungai Ciliwung, dan di sebelah utara Jln. Pos dan Jln. Dr. Sutomo.
Baca Juga: Jika Rencana Pemindahan Ibu Kota Indonesia Terjadi, Bagaimana Nasib Jakarta?
Weltevreden kemudian menjadi pusat pemerintahan dan permukiman, sementara perkantoran perusahaan, dan perdagangan tetap di Kota Lama.
Sejak masa pemerintahan Daendels (1808 - 1811) Weltevreden dijadikan ibukota baru. Kala itu, Inggris di bawah Raffles sempat menguasai Batavia (1811 - 1-816) sebelum ia memperoleh Pulau Singapura.
Daendels juga membangun Societeit de Harmonie (gedung cantik yang bernasib tragis tergusur demi "kemajuan zaman") di pertemuan Jln. Majapahit dan Jln. Veteran.
Senen - Pasar Senen
Baca Juga: Jika Jokowi Putuskan Ibu Kota Pindah ke Luar Jawa, Kekhususan Pemerintahan Jakarta Akan Hilang
Daerah ini dahulu merupakan perkampungan masyarakat Tionghoa yang pekerjaan utamanya berdagang di daerah Pasar Weltevreden. Pada masa itu, di kawasan Weltevreden dan Tanah Abang banyak perkebunan.
Itu sebabnya, penduduk Jakarta di bilangan Tanah Abang sampai sekarang masih mengenal daerah Kebon Kacang, Kebon Sirih, Kebon Melati, dan Kebon Jahe.
Melihat kemajuan di bidang ekonomi dan melimpahnya hasil-hasil perkebunan, Justinus Vinck mengajukan permohonan mendirikan pasar yang kemudian dikenal sebagai Pasar Weltevreden (Vinck Passer) dan Pasar Tanah Abang.
Kala itu, pasar tidak buka setiap hari. Pasar Weltevreden buka setiap hari Senin. Karena itulah, Pasar Weltevreden lebih dikenal sebagai Pasar Senen.
Baca Juga: Jakarta, Kota Pesisir Paling Cepat Tenggelam di Dunia, Tinggal Menunggu Waktu
Pada- 27 Juni 1826 terjadi kebakaran yang melalap kurang lebih 200 rumah petak sederhana terbuat dari papan dan lebih dari 100 rumah dari bambu.
Segalanya musnah, namun rumah-rumah batu kembali dibangun. Jumlahnya semakin banyak dan bentuknya semakin bagus.
Lama-kelamaan terbentuk kawasan yang artistik dan dikenal sebagai Segitiga Senen. Rumah-rumah petak yang semula beratap dedaunan, setelah dibangun bertingkat memiliki atap melengkung yang diapit naga-naga berwarna.
Sayangnya, kawasan ini pun kemudian diratakan dengan tanah pada tahun 1989 dalam rangka modernisasi Kota Jakarta.
Masih banyak tempat-tempat di Jakarta.yang menyimpan sejumlah cerita menarik, baik tempat-tempat yang masih ada dan terawat baik, maupun tempat-tempat yang sudah berubah atau berganti wajah.
Mengenal Kota Jakarta dari sejarah dan cerita-cerita di balik nama-nama tempat sungguh sangat menarik dan mudah-mudahan bisa menambah kecintaan warga akan kotanya. (Dari pelbagai sumber/Bea)
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR