Tim ANSI kemudian berhasil mencapai bibir pantai. Namun, anggota suku tidak mengajak para antropolog ke tempat tinggalnya.
Pertemuan selanjutnya
Sepuluh bulan kemudian, Chattopadhyay datang kembali ke Pulau Sentinel Utara bersama timnya.
"Kali ini, anggota tim kami lebih besar karena pemerintah ingin orang-orang Sentinel lebih familiar dengan para peneliti," ujarnya.
"Mereka melihat kami mendekat dan mendatangi kami tanpa senjata."
Tidak puas dengan mengumpulkan kelapa satu per satu, kali ini suku Sentinel naik ke perahu untuk mengambil sekarung buah sekaligus. Mereka bahkan berusaha membawa senapan milik polisi, mengira itu adalah sepotong logam.
Keakraban itu berubah ketika salah satu peneliti mencoba mengambil hiasan dari daun yang dikenakan anggota suku. Pria tersebut kemudian marah dan mengeluarkan pisaunya. "Ia memberikan gestur mengusir dan kami pun segera pergi," tutur Chattopadhyay.
Perjalanannya yang ketiga ke Pulau Sentinel Utara dirusak oleh cuaca buruk. Saat sampai di pantai, tidak ada satu orang pun di sana. Tim antropolog pun kembali dengan tangan kosong.
Sejak saat itu, Chattopadhyay belum memiliki kesempatan lagi untuk berkunjung ke pulau terisolasi tersebut. Pemerintah India memutuskan untuk mengurangi frekuensi kunjungan ke Pulau Sentinel Utara untuk melindungi suku Sentinel dari paparan penyakit.
Lagipula, wanita yang kini bekerja di Kementerian Keadilan dan Pemberdayaan Sosial India, mengaku tidak tertarik kembali ke sana.
"Suku Sentinel telah hidup berabad-abad di pulau itu tanpa masalah. Masalah mereka justru muncul setelah melakukan kontak dengan orang luar.
Suku ini tidak perlu kita untuk melindunginya. Yang mereka butuhkan adalah dibiarkan hidup tenang tanpa diganggu," pungkas Chattopadhyay. (Gita Laras)
Artikel ini telah tayang di nationalgeographic.co.id dengan judul Kisah Perempuan yang Berhasil Melakukan Kontak dengan Suku Terasing Sentinel
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR