Keberhasilan Chan-o-cha dikarenakan dukungan 250 senat yang dipilih sendiri dan pengaruh swing voter yang baru menentukan pilihan setelah dilakukan lobi.
Senat yang ditunjuk oleh junta militer, berisikan sejumlah perwira dan loyalis, dapat dikenali ketika membacakan nama Chan-o-cha dengan rambut cepak.
Kemenangannya seakan menjadi klimaks perjalanan Chan-o-cha dari jenderal yang melakukan kudeta hingga menjadi perdana menteri dengan klaim meyakinkan.
Meski begitu, Thailand masih terbelah buntut 13 tahun selalu terjadi kudeta, aksi protes yang berujung kepada kekerasan, hingga pemerintah yang berumur pendek.
Di akar rumput, terjadi rivalitas antara konservatif pro-militer dengan pendukung demokrasi yang disokong kelas menengah dan bawah yang khawatir dengan kepemimpinan sang mantan jenderal.
Kritik yang berhembus menyatakan Chan-o-cha dianggap kurang mempunyai visi sebagai pemimpin sipil. Dia dianggap gagal menghidupkan kembali ekonomi Thailand.
Selain itu, petahana berusia 65 tahun tersebut juga dianggap tak bisa menjembatani ketidaksetaraan hingga memulihkan perpecahan politik yang terjadi.
Setelah pemilihan, Juangroongruangkit menyatakan dia bakal "bekerja keras" untuk membentuk front demokrasi.
"Diktator tidak akan bisa menahan guncangan angin selamanya," tegas dia.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR