Sementara kepolisian masih mendalami kasus tersebut, terlalu banyak menonton televisi pasca kerusuhan ternyata bisa berbahaya.
Menyaksikan liputan berita televisi mengenai teror dapat dikaitkan dengan tingkat stres pasca-trauma dan perasaan depresi yang lebih tinggi.
Dilansir dari Live Science, para peneliti juga menunjukkan penurunan perasaan aman individu yang mengikuti berita teror.
"Kami memahami bahwa media memainkan peran penting dalam perasaan orang-orang tentang keselamatan atau perasaan ancaman di lingkungan," kata pemimpin penelitian, Holly Mash, asisten profesor penelitian psikiatri di Universitas Seragam Ilmu Kesehatan di Bethesda, Maryland, AS.
Dan semakin banyak televisi yang ditonton seseorang, semakin besar kemungkinan individu tersebut melaporkan gejala-gejala stres dan depresi pascatrauma.
Gejala-gejala stres pasca-trauma termasuk pikiran negatif, mimpi buruk dan perilaku menghindar.
Gejala depresi termasuk suasana hati yang tertekan, sulit berkonsentrasi, sulit tidur dan kurang tertarik pada hal-hal yang biasanya orang nikmati.
Para peneliti berpikir bahwa stres dan gejala depresi pasca-trauma dapat berasal dari perasaan kurang aman.
Baca Juga: Jokowi Tandatangani PP 30 tahun 2019, Kini PNS yang Berkinerja Buruk Bisa Dipecat
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR