Intisari-Online.Com - Artefak atau benda-benda peninggalan sejarah memiliki nilai historisnya sendiri.
Sejarah panjang artefak itu tetap dibawa dan abadi hingga masa kini.
Namun bagaimana jika ada artefak yang dianggap terkutuk?
Ketika sebuah artefak atau situs disebut 'terkutuk', sering merujuk pada nasib buruk yang menimpa siapa pun yang memiliki objek atau kadang-kadang hanya mengunjungi situs tersebut.
Baca Juga: Diperkirakan Masih Banyak yang Tersembunyi, Begini Sejarah Terkutuk Harta Karun Rumania
Banyak orang percaya bahwa tempat dan artefak tertentu telah menyebarkan kutukan oleh orang-orang yang marah yang ingin menciptakan kekacauan dalam hidup mereka.
Berikut 4 artefak terkutuk yang membawa bencana, dirangkum dari Ancient Origins pada Selasa (21/5/2019).
1. Terompet Pemanggil Perang Raja Tutankhamun
Pada tahun 1922, makam Tutankhamun ditemukan di Mesir oleh sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh arkeolog Howard Carter.
Penemuan yang dilakukan dalam mengungkap makam yang sebagian besar tak tersentuh itu menyediakan banyak pengetahuan tentang Mesir kuno, praktik pemakamannya, dan adat istiadatnya.
Di antara benda-benda menakjubkan yang ditemukan adalah seperangkat terompet kayu, perak, dan perunggu. Temuan yang menarik, tetapi mungkin juga terkutuk.
Suara salah satu terompet direkam pada tahun 1939 oleh Radio BBC sehingga orang-orang dari seluruh dunia mendengar suara instrumen yang luar biasa dan kuno ini.
Beberapa bulan setelah trompet dimainkan, Perang Dunia II pecah, akhirnya mengarah pada legenda bahwa terompet memiliki kekuatan magis untuk memanggil perang.
Bahkan, sangkakala paling awal di Mesir itu tampaknya telah digunakan untuk keperluan militer, untuk menyiagakan dan mungkin mengarahkan prajurit ke medan perang.
Para arkeolog Mesir, seperti Zahi Hawass, percaya bahwa sangkakala memiliki kekuatan magis terkait dengan perang.
Baca Juga: Arkeolog Berhasil Menemukan Artefak Mirip Senjata Kuno di Situs Gunung Padang
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR