Simak saja pendapatnya tentang cinta dan pernikahan yang ia ungkapkan kepada seorang temannya melalui fasilitas chatting:
Kawin itu bukan cita-cita, tapi sesuatu yang datang sendiri dan nggak bisa dihindari. Dia bagian tertua dari peradaban, ia bagian dari seni, dan biarlah dia datang menurut alurnya...
Kawin datang ketika cinta dan kontraktual untuk bersama ditemukan. Jadi ia akan datang sendiri dan kita temukandi mana dunia peradaban uang terencana itu dijalankan.
Kata-kata Gandhi tentang cinta: "Kalau orang masih berhasil menulis lewat huruf hirogrif, maka cinta akan menulis dalam pilihan ruang kebenaran yang tidak terjamah".
Nah, jadi cinta dan perkawinan itu bukan soal fisik (jamah) tapi kebenaran dalam kejujuran menemukan kesesuaian.
Baca Juga: Terpidana Kasus Pembunuhan Aktivis Munir Jadi Anggota Partai Berkarya ‘Besutan’ Tommy Soeharto
OK, jangan berdoa untuk dapat jodoh, tapi berdoalah untuk kebenaran. Karena di situ cinta akan ditemukan... Saya pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang hidup dalam latar belakang yang sama sekali berbeda.
Kini dia jadi istri tercinta, dan dia adalah kekuatan bagi kehidupan saya yang jauh lebih kuat dibanding jatuh bangun bangun saya untuk belajar ilmu pengetahuan atau lainnya.
Cinta itu hebat, bahkan lebih hebat dari dunia perkawinan itu sediri. Doa adalah bagian penuturan cinta pada sebuah cita-cita yang belum kita capai. Dia bukan urusan Tuhan, tapi urusan manusia.
Dan Tuhan ada pada berapa besar rasa cinta kita akan kebenaran itu. Nah, berdoalah dengan cinta, tapi jangan berdoa untuk cinta...".
Penjelasan "serius" tersebut uniknya berbanding terbalik dengan kesantaian Munir menjalani hidup sehari-hari.
Baca Juga: Kasus Munir Adalah Tantangan Bagi Jokowi
Artikel ini telah tayang di Majalah Intisari dengan judul "Manusia Biasa Itu Bernama Munir", ditulis oleh Meicky Shoreamanis Panggabean, Dosen Universitas Pelita Harapan Teachers College.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Natalia Mandiriani |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR