"Di Surabaya, ada orang ngumpulin dana dari masyarakat atas namaku dan Nabi Muhammad buat bikin Partai Buruh," begitu tutur dia.
Munir berbicara dengan gaya cuek, iramanya datar dan bahkan saat menggunakan pilihan kata yang cukup keras, ia tetap saja berbicara dengan intonasi rata.
Sah-sah saja untuk tidak setuju dengan pengakuannya bahwa ia adalah seorang penakut. Namun Munir bersikeras bahwa ia bukanlah seorang pemberani.
"Takut ya takut. Namun takut harus dirasionalisasi," ujarnya. "Aku itu penakut, istriku yang pemberani, tuh," tutur dia menyebut-nyebut nama Suciwati yang memberinya dua orang anak, Alif dan Diva.
Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir: Jemputan Terakhir untuk Munir yang Tak Kunjung Datang
Kiranya akan sangat menarik jika kita melihat bagaimana dua orang pemberani bersama-sama mengolah rasa.
Hellen Keller melukiskan cinta dengan kalimat yang amat menyentuh, "The most beautiful thing in the world that can neither be seen nor touched".
Terjemahannya: cinta adalah hal terindah sejagad yang tak bisa dilihat ataupun disentuh.
Mungkin karena itulah saat membicarakan cinta, Munir yang terkesan garang dan berhasil membuat panik rezim Orde Baru itu bisa tiba-tiba menjadi puitis.
Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir, Ahli Forensik Mun'im Idries: Kasus Belum Tuntas, Tapi Dipaksa Tuntas
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Natalia Mandiriani |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR