Intisari-Online.com - Seiring dengan penangkapan HS (25) terkait dengan ancamannya akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo (10/5/2019) oleh pihak Kepolisian, masyarakat teringat dengan kasus ancaman serupa yang dilakukan oleh RJ (16).
Masyarakat membandingkan bagaimana HS terancam oleh hukuman berlapis sementara RJ justru dibebaskan oleh hukuman.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nirwan Nawawi kemudian menjelaskan perjalanan kasus itu di pengadilan.
Nirwan menjelaskan bahwa penuntut umum melaksanakan proses diversi sebelum perkara RJ dilimpahkan ke pengadilan oleh pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
"Keberadaan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012 adalah untuk melindungi dan mendidik anak yang berhadapan atau berkonflik dengan hukum," ujar Nirwan seperti dilansir INTISARI dari kompas.com.
Hal itu dilakukan agar RJ tetap terlindungi dan tetap terpenuhi hak korban sebagai anak dan mengupayakan pemidanaan sebagai alternatif terakhir
Lalu, bagaimana sebenarnya bisa muncul diversi dalam sistem peradilan, khususnya pada anak-anak?
Jika merujuk pada Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, diversi ini merujuk pada keadilan restoratif (restorative justice).
KOMENTAR