Ayah Devi mengumpulkan uang sedikit demi sedikit hingga mampu membayar uang pendaftaran kuliahnya di sebuah kampus kependidikan di Kediri dan ambil jurusan Pendidikan Guru SD.
Selama kuliah, Devi kerap membayar uang kuliahnya dengan uang pecahan Rp1.000 dan Rp2000. Karena uang pecahan kecil itu, tumpukan yang dibawanya bisa sampai segepok.
Kondisi uang itu pun cukup lusuh karena memang uang hasil parkir ayahnya.
Para teller bank tempat pembayaran kuliah maupun petugas administrasi kampusnya sudah hafal betul dengan kebiasaan Devi itu.
Namun saat itu mereka menyangkanya sebagai uang hasil pecah celengan.
"Kadang teller itu terlihat bolak-balik bersihkan tangan karena debu uang lusuh," kenang Devi.
Devi mengaku tidak pernah merisaukan penilaian orang dengan pola pembayarannya itu. Meski dia tahu betul ada yang meremehkannya, namun dia cuek menghadapinya.
Naik sepeda dan hanya punya 2 potong baju
Urusan transportasi, Devi juga harus menerima kondisinya yang cukup berbeda dengan teman-temannya.
Dengan jarak tempuh yang cukup jauh antara kampus dan rumahnya, dia melibasnya dengan sepeda.
Sepeda itulah yang menemaninya menerjang panas maupun hujan dengan menempuh jarak 24 kilometer pulang pergi agar tidak sampai ketinggalan jam kuliah.
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR