Untuk bertahan hidup, ia dan anak buahnya makan pisang yang tumbuh liar di hutan, kelapa, dan hewan ternak yang dicuri dari kepolisian setempat.
Pada akhir 1945, muncul selebaran yang menyebutkan bahwa perang telah usai, dan memerintahkan seluruh tentara Jepang yang ada di kawasan Pasifik untuk menyerah.
Setelah dipertimbangkan dengan cermat, mereka menghilangkan selebaran-selebaran itu dan menggunakan untuk menyerang lawan.
“Setiap prajurit Jepang harus siap mati, tapi sebagai seorang perwira intelijen saya diperintahkan untuk melakukan gerilya, bukan untuk mati. Saya harus mengikuti perintah sendiri, sebagaimana saya adalah seorang prajurit,” ujar Onoda.
Tapi harapan tak selalu sejalan dengan kenyataan. Pada 1950, salah seorang sahabat Onoda memutuskan menyerah, dan sahabat lainnya tertembak pada 1954.
Pengawal terakhirnya, Kinshichi Kozuka, juga berhasil ditembak polisi pada 1972 ketika ia dan Onoda tengah menyerbu toko beras di sebuah peternakan lokal.
Setelah itu, ia benar-benar sendirian—dan menjadi legenda di Pulau Lubang.
Kisahnya yang misterius menarik perhatian seorang petualang muda bernama Norio Suzuki—yang juga terobsesi dengan panda dan manusia salju.
Baca juga: Jose Mujica, Presiden Termiskin di Dunia yang Tak Peduli dengan Penampilan
KOMENTAR