Dua minggu Hari bingung, panik, dan cemas. "Apalagi, dia sedang hamil 3 bulan," ujar Hari yang mempersunting Mutiari 5 Juli 1993. Secercah harapan mulai tampak ketika Hari membaca sebuah koran Ibukota terbitan Sabtu (16/10).
"Di situ disebutkan, Mutiari dijemput sejumlah petugas."
Tak menunggu lama, ia minta bantuan LBH Yayasan Persada Indonesia (YPI) untuk mencari kejelasan nasib istrinya.
Salah satu langkah yang kemudian ditempuh LBH YPI adalah melayangkan surat pengaduan pada DPRD Tingkat I Jawa Timur.
Selasa (19/10/1993) teka-teki lenyapnya Mutiari tersingkap. Beberapa petugas reserse Polda Jatim mendatangi rumah Hari di Banyuurip, Surabaya.
"Mereka mengabarkan, Mutiari sudah ditahan dua hari di Polda Jatim karena diduga ikut terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Tapi di mana Mutiari sebelumnya, tidak jelas. Untuk itu, kami akan usut sampai tuntas," tandas Taufik Risyah Hermawan, S.H., dari LBH YPI.
Benar saja. Kamis, dua hari kemudian, Hari beserta ayah-ibu Mutiari diberi kesempatan menjenguk Mutiari. "Dia kurus banget. Wajahnya pucat. Dia bahkan belum ganti baju sejak ditahan. Tapi dia mengaku diperlakukan baik-baik sekaligus berharap bisa cepat pulang," tutur Hari.
Ada sisi gelap
Ketika ditemui NOVA pada Senin, 25 Oktober 1993, kondisi Mutiari sudah jauh lebih baik.
"Saya cuma ingin pulang. Sungguh, saya sama sekali tidak bersalah dan tak tahu apa-apa soal kematian Marsinah," ucapnya pelan.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR