Organ buat donor
Singapura termasuk negara yang sangat pede melaksanakan hukuman mati.
Amnesti Internasional pada 2004 melaporkan, sejak 1991 sampai saat laporan dibuat, tak kurang 420 orang digantung di negeri berpenduduk 4,2 juta jiwa ini.
Kebanyakan karena kasus obat bius. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, jelas Singapura menjadi kota yang paling banyak menggantung manusia.
Hukum di Negeri Singa memang ketat. Siapa pun yang berusia 18 tahun ke atas dan kedapatan membawa narkoba di atas 15 g, bakal diancam hukuman mati.
Tapi mengapa hukuman gantung yang dipilih, bukannya hukuman tembak, suntik, atau kursi listrik?
"Jika dihukum gantung, sebagian besar organ penting terpidana tidak rusak, sehingga bisa didonorkan kepada orang yang lebih membutuhkan. Sebaliknya, kalau disuntik, ditembak, atau mati di kursi listrik, bisa dipastikan banyak organ penting yang rusak," Jawab Singh.
Bagaimana dengan di Indonesia? Sama dengan Singapura, Indonesia pun masih memberlakukan hukuman mati.
Tapi eksekusi dilakukan tidak di tiang gantungan, melainkan di ruang tembak. Sekitar setahun lalu, Jaksa Agung Abdurrahman Saleh pernah mengusulkan agar hukuman mati di Indonesia dilaksanakan dengan hukuman gantung, meskipun dalam undang-undang disebutkan, terpidana mati harus ditembak.
"Saya pikir, ada cara lain yang lebih berperikemanusiaan," tegas Jaksa Agung. Sekadar catatan, sejak 1978 - 2004, Indonesia 'baru' mengeksekusi 38 terpidana mati.
Hukuman mati sendiri sudah dihapus di 106 negara, termasuk 30 negara yang menghapusnya sejak 1990.
Jika tren menghapus hukuman mati ini terus bersambut, bukan tidak mungkin rekor Singh akan menjadi rekor dunia abadi, khususnya di era masyarakat modem yang mengagungkan hukum positif.
(Muhammad Sulhi)
Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2007.
Baca Juga : Mimpi Buruk Seorang Algojo
KOMENTAR