Mereka menawarinya makan, memberinya uang untuk ongkos dan perlengkapan sekolah, bahkan menyambut Jeric di rumah mereka.
Jeric juga bekerja serabutan untuk membiayai sekolahnya.
Dia bekerja di sebuah pabrik di Quezon, menjadi pelayan di gerai makanan cepat saji dan bahkan menjadi pembantu rumah tangga.
Ketika hari kelulusan kuliahnya tiba, Jeric tidak pernah kehilangan harapan bahwa orang tuanya akan datang dan melihatnya.
Baca Juga : Derita Infeksi Saluran Kemih? Coba Hindari 6 Makanan Berikut Ini
Tapi, sama seperti wisuda sebelumnya, mereka tidak pernah datang.
Ketika namanya dipanggil untuk naik ke panggung, Jeric mencoba berjalan dengan rasa bangga, tetapi akhirnya menangis keras karena dia mengasihani dirinya sendiri.
Sementara orang tua Jeric tidak pernah menunjukkan rasa cinta mereka, para profesor selalu mengingatkan Jeric bahwa di luar sana masih banyak orang yang bangga padanya.
Ketika nama Jeric dipanggil, profesornya datang ke tempat duduknya dan menemaninya naik ke panggung.
Ketika Jeric berjalan, salah satu profesornya yang lain berdiri di atas panggung untuk menunggunya dan memeluknya.
Pada saat itu, kesedihannya hilang, tetapi dia tetap menangis di depan semua orang.
Terlepas dari rasa sakit yang dirasakannya, Jeric masih berterima kasih kepada orang tuanya dan berharap mereka bangga padanya.
"Kepada orang tuaku, yang sampai hari ini tidak bisa menemaniku dalam hidup mereka, jika kalian membaca ini, ini aku sekarang, dan kuharap aku membuat kalian bangga."
Baca Juga : Ketika Malaysia Masuk dalam 'Jebakan' China dan Tak Bisa Lepas Lagi
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR