Para astronom merilis gambar pertama dari lubang hitam ini setelah mengamatinya selama dua tahun terakhir melalui delapan teleskop radio di empat benua, yang tergabung dalam jaringan Event Horizon Telescope (EHT).
Setiap teleskop mengumpulkan sejumlah besar informasi tersendiri.
Adapun total data yang terlibat dalam proses pengambilan gambar ini mencapai lebih dari lima petabyte (1 petabyte = 1.000 terabyte).
Jumlah yang cukup untuk menyimpan file MP3 dengan durasi 5.000 tahun.
Baca Juga : Caleg Gagal 'Curhat' Setelah Shalat Jumat, Warga Kompak Keluar Masjid Lalu Kembalikan Karpet dari Caleg
“Proyek ini tidak hanya melibatkan peran fisikawan sebagai pengembang teori, tetapi juga kerjasama engineer dari berbagai bidang keilmuan,” sambung Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Astronomi ITS ini.
Adapun beberapa bidang yang menurut Bintoro pasti terlibat diantaranya adalah informatika dan teknik komputer.
Masih jadi "penonton"
Bintoro juga menyayangkan bahwa negara berkembang seperti Indonesia masih sukar untuk andil dalam riset elit semacam ini.
Baca Juga : Tak Ingin Bebani Keuangan Negara, Malaysia Ingin Beli Peralatan Militer dengan Cara Barter
“Ini mungkin menjadi sisi buruk dari penemuan black hole, kita (Indonesia) hanya menjadi penonton,” tuturnya.
Bintoro mengaitkan hal ini dengan arah kebijakan riset Indonesia yang menuntut implementasi praktis dalam masyarakat.
Sementara menurutnya, riset mengenai fisika teoritis termasuk black hole, implementasinya dinilai baru akan dirasakan dalam jangka waktu yang sangat lama.
Terlebih, dana yang dibutuhkan dalam riset ini tentunya tidak sedikit.
Baca Juga : Menurut Kajian Australia, Pemilu di Indonesia adalah Pemilihan Paling Rumit dan Paling Menakjubkan di Dunia
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR