Mereka pun memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk mengalami kecemasan dan hampir 3,5 kali lebih mungkin untuk melaporkan keinginan bunuh diri dibanding anak-anak dalam kategori tidak pernah atau jarang mengalami kekerasan.
Lalu, sekitar 59 persen anak-anak mengalami kekerasan saat mereka masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan rutinitas kekerasan terhadap teman cenderung menurun saat usia anak-anak bertambah.
"Meski begitu, mereka yang saat anak-anak menjadi korban kekerasan paling parah masih menjadi korban kekerasan tertinggi saat awal masa remaja," tulis para peneliti.
"Penelitian ini membuktikan bahwa kekerasan oleh teman sebaya dapat berkontribusi dalam perkembangan masalah kesehatan mental di masa remaja.”
“Oleh sebab itu, penting untuk mencegah kekerasan yang parah saat masih anak-anak," ujar mereka dalam makalahnya.
Kekerasan pada anak, tragisnya, tak hanya terjadi di sekolah oleh teman-teman sebayanya. Ribuan anak juga mengalami kekerasan di rumah.
Hal ini ditunjukkan dengan hukuman-hukuman yang diklaim bisa mendisiplinkan anak yang dilakukan oleh orangtua atau pengasuh mereka.
Seperti yang dilaporkan oleh Global Report 2017: Ending Violence in Childhood, kekerasan pada anak di rumah sudah dimulai sejak anak berusia 0 sampai 14 tahun.
Hal ini meliputi kekerasan fisik dan kekerasan emosional.
Dalam data yang dimiliki KPAI sendiri, ada 4.294 kasus kekerasan pada anak yang dilakukan oleh keluarga dkan pengasuh sepanjang 2011-2016. (Gloria Setyvani Putri)
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Awas, "Bullying" Timbulkan Keinginan Bunuh Diri Saat Remaja")
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR