Namun, tiba-tiba ia melihat memedi sawah itu menjelma menjadi sebagian manusia Indonesia.
Sehingga, banyak tokoh dan manusia biasa berubah karakter menjadi garang dan menakutkan, seperti memedi sawah yang menakutkan para burung.
Bedanya, memedi sawah yang menjelma manusia saling menakut-nakuti sesama manusia.
Seolah, ketakutan dan teror menjadi fenomena untuk kepentingan berbabagai tujuan.
Bahkan, komunikasi mesra dan sopan santun, tiba-tiba terpinggirkan oleh komunikasi nyinyir dan bernada ancaman.
Di realitas sosial maupun di dunia maya, wajah dan karakter manusia-manusia semakin banyak yang seperti memedi sawah: menakutkan dan menakut-nakuti.
Hoax dan fitnah pun dengan enteng terlontar atau bahkan menonjol dalam format komunikasi masyarakat dan kebangsaan.
Lalu, ke mana senyum dan tawa Indonesia yang dulu menjadi wajah indah negeri ini?
Lewat pameran ini, Hari Budiono mencoba mengingatkan kenyataan sosial ini.
Jika 100 memedi sawah membawa potret-potret wajah tertawa, ia ingin mengajak masyarakat melawan ketakutan dan teror dengan senyuman dan tawa.
Sebab, dalam senyum dan tawa mengandung kasih dan cinta, pun penuh ajakan bahagia bersama.
"Harapannya, memedi sawah kembali ke habitatnya. Menjadi penjaga sawah yang membantu petani dan ikut mendatangkan berkah," ujar Hari Budiono.
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR