“Omzet tiap toko berbeda, ada yang Rp 5 juta per hari, ada pula yang Rp 1 juta,” tuturnya.
Tokonya agak terbengkalai saat ia diterima kerja di sebuah bank BUMN. Dua tokonya pun tutup selama 4 tahun ia kerja di bank tersebut. Ditambah bisnis fashion memang sedang tidak bagus.
Kemudian ada yang menggelitik dalam dirinya, bahwa ia ingin meninggalkan riba. Ia kemudian mengundurkan diri dari BUMN tersebut dan harus membayar pinalti sebesar Rp 25 juta.
Tak berapa lama, sekitar tahun 2016, karena kurang cermat perhitungan, omzetnya terus menurun.
Ia bisa saja memperjuangkan bisnisnya, namun ia bersiteguh untuk meninggalkan bisnis yang menggunakan transaksi riba, sehingga ia memutuskan untuk menutup tokonya.
“Saat itu saya hanya punya sisa barang (pakaian) dan uang Rp 150.000,” tuturnya.
Bisnis Makanan
Pria kelahiran Bandung, 2 Desember 1988 ini pun menggunakan uang tersebut untuk bisnis makanan bernama “Kejuin” di depan rumahnya tahun 2016. Ide ini ditentang keluarganya.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR