Advertorial
Intisari-Online.com -Kisah tragis terjadi pasa seorang bayi laki-laki di Tanjung Jaya, Bengkulu.
Dia dikabarkan diambil paksa dari rahim ibunya (Erni Susanti, 29) oleh ayahnya sendiri (Romi Septiawan, 30) setelah sang ibu dibunuh oleh sang ayah, Kamis (21/2/2019).
Saat diinterogasi, Romi mengaku tega membunuh Erni setelah selama 4 bulan selalu cekcok karena dirinya selalu dilarang membukan ponsel milik istrinya tersebut.
Belakangan dikabarkan bahwa warga setempat menyatakan Erni dibunuh setelah melahirkan bayi yang merupakan anak ketiganya.
Bukan dilahirkan secara paksa dengan cara keji oleh ayahnya, seperti diberitakan sebelumnya.
Bayi malang yang ditemukan di bawah jendela tak jauh dari jasad ibunya tersebut kini dalam kondisi sehat dalam perawatan intensif diRumah Sakit Bhayangkara.
"Kondisi bayi di dalam kandungan saat terjadi kasus sudah 36 bulan. Kalau pun ingin dilahirkan sudah boleh. Berat bayi itu 3,9 kilogram, panjang badan 47 sentimeter," ujar Kepala Instalasi Rawat Inap RS Bhayangkara Sri Hastuti, Jumat, seperti dilansir darikompas.com.
Dalam rekam medisnya disebutkan, untuk pernafasan dalam keadaan baik dan tidak menggunakan oksigen.
Baca Juga : Tak Diizinkan Cek Ponsel, Suami Bunuh Istri: Di Saudi, Buka Ponsel Pasangan Tanpa Izin Didenda Rp1 Miliar
Hanya saja, meski dinyatakan boleh dilahirkan, karena usia kandungan sudah 36 bulan, nyatanya bayi yang lahir di bawah usia kehamilan 39 minggu menghadapi risiko-risiko berbahaya.
Meski di usia 37-41 minggu organ-organ tubuh bayi sudah matang namun bayi yang dilahirkan di usia 39 minggu ke atas lebih sehat dan kuat.
"Selama ini kita mengira di usia 37-41 minggu bayi sama kondisinya, ternyata berbeda. Kehamilan adalah sebuah proses kesatuan, karena itu mempercepat persalinan tanpa alasan medis yang kuat adalah kesalahan," kata Alan Fleischman, direktur medis dan peneliti.
Dalam riset yang dipimpin Fleischman, para peneliti dari National Institute of Health, the March of Dimes dan U.S Food and Drug Administration menganalisa angka harapan hidup para bayi yang lahir pada minggu ke-37 hingga 40 minggu.
Bayi yang lahir pada minggu ke-37 atau 38 selama ini dianggap sudah cukup bulan dan bayi yang lahir sebelum 37 minggu dianggap prematur.
Kendati demikian hasil penelitian menunjukkan bayi yang lahir di usia 37 minggu memiliki risiko kematian dua kali lebih besar dibanding bayi yang lahir di usia 40 minggu.
Menggunakan data statistik tahun 2006, para peneliti menemukan mortalitas bayi yang lahir 37 minggu adalah 3,9 per 1.000 kelahiran hidup, lebih tinggi dibanding 1,9 per 1.000 kelahiran hidup pada bayi yang lahir di minggu ke-40.
"Angka kematian adalah puncak gunung es, sehingga mungkin lebih banyak bayi yang tetap hidup tapi menderita sakit dan membutuhkan perawatan intensif yang sebetulnya tidak diperlukan jika mereka lahir dua minggu lebih lama," kata Fleischman.
Baca Juga : Penelitian Ungkap Terapi Kafein dapat Tingkatkan Perkembangan Otak pada Bayi Prematur
Memang ada beberapa kondisi dengan alasan medis yang mengharuskan bayi dilahirkan lebih awal, namun penelitian tersebut menyoroti pentingnya menunda persalinan agar bayi dilahirkan minimal di usia 39 tahun.
Meski tidak seberbahaya bayi yang lahir prematur, namun Fleischman menyebutkan bayi yang lahir di usia 37 minggu lebih beresiko menderita gangguan pernapasan.
Mereka juga berisiko tinggi mengalami kadar bilirubin tinggi sehingga bayi kuning atau tekanan darah rendah.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hindari Persalinan Sebelum 39 Minggu Kehamilan".
Baca Juga : Duh, Bayi Prematur Ini Meninggal Setelah Dokter Tak Sengaja Melukai Kepalanya Saat Operasi Caesar