Jika hal ini terus terjadi berkepanjangan, lama-lama akan merusak sistem dan sirkuit reseptor motivasi dan penghargaan otak sehingga menyebabkan kecanduan.
Apakah semua pemain game berisiko kecanduan?
Dalam batas wajar, bermain game tentu tidak dilarang.
Bermain game dapat menjadi aktivitas pengusir stres yang baik dan juga bermanfaat bagi kesehatan otak.
Ada sejumlah bukti medis yang mengatakan bahwa bermain game dapat dijadikan terapi alternatif mengobati gangguan mental seperti Alzheimer dan ADHD.
Pasalnya selama bermain game, otak akan dituntut untuk bekerja keras mengatur fungsi kognitif (misalnya perencanaan strategi) yang dibarengi dengan kerja fungsi motorik yang kompleks (misalnya, sambil melihat layar juga harus menggerakkan tangan untuk menekan tombol).
Nah jika hobi ini tidak dikendalikan, barulah bisa berkembang menjadi kecanduan.
Baca Juga : Faktanya, Sebagian Besar Anak Indonesia Tidak Disunat di Usia Terbaik Menurut Medis
Untuk dokter atau ahli gangguan jiwa dapat mendiagnosis gaming disorder, gejala dan tanda perilaku dari kecanduan game haruslah terjadi secara terus-menerus paling tidak selama 12 bulan.
Tak hanya itu, gejala juga menunjukkan “efek samping” gangguan berat pada pribadi si pecandu, seperti perubahan kepribadian, karakteristik, perilaku, kebiasaan, hingga bahkan fungsi otak.
Seseorang juga disebut kecanduan apabila candunya juga telah menyebabkan gangguan atau bahkan konflik pada hubungan sosialnya dengan orang lain maupun di lingkungan keluarga, sekolah atau sekitar.
Source | : | Suar.grid.id,Kompas |
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR