Lex mencontohkan, Selphie mungkin saja memiliki ekspektasi hidup tertentu, sehingga target hidupnya akan menentukan standar penghasilan dari pasangan hidupnya.
Misalnya, ia ingin anaknya kelak bisa disekolahkan di sekolah dengan level tertentu atau ingin sering bepergian ke luar negeri.
“Jadi apakah realistis, mesti tanya dulu targetnya seperti apa. Kalau menurut dia enggak apa-apa sekolahnya bisa negeri, enggak perlu punya mobil, rumah tipe kecil enggak apa. Kalau bayangan dia seperti itu, lalu mengharapkan kategori suami seperti tadi dengan gaji Rp 30 juta, itu kan kayak kejauhan,” tutur Lex.
Mencari orang yang tepat untuk dijadikan pasangan hidup bukanlah perkara mudah.
Ada beberapa hal yang harus kita lakukan.
1. Kebutuhan spesifik diri kita.
Sebab, setiap orang memiliki kebutuhannya masing-masing dan belum tentu sama seperti orang lain. Sehingga, diharapkan pasangan hidupnya kelak bisa melengkapi dirinya.
2. Orang terbaik.
Mencari pasangan hidup, kata Lex, tidak bisa menggunakan istilah “apa adanya”.
Pernikahan yang “apa adanya” itu justru berpotensi tidak cocok lebih besar.
“Tentu tidak ada yang mau gagal, kan? Beli sepatu saja yang setiap tahun ganti, kita cek dulu pada penjaga toko. Apalagi memilih pasangan yang seumur hidup, masa enggak rewel,” ujar Lex. (Nabilla Tashandra/Kompas.com)
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul: Salahkah Pasang Standar Gaji Tinggi untuk Calon Suami?
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Adrie Saputra |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR