Advertorial
Intisari-Online.com -Melalui sebuah acara simbolik berupa pencanganan bendera Merah Putih di Markas Perserikatan Bangsa-Bansa (PBB), maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Hal tersebut terungkap melalui keterangan persPerutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) New York.
Lewat pencanangan Sang Saka Mereah Putih yang berlangsung pada Kamis (3/1/2019), maka Indonesia akan menjadi anggota tidak tetap DK PBB hingga 31 Desember 2020.
Keberhasilan Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB sendiri tidak terlepas dari dukungan 144 suara dari 193 negara anggota PBB pada Juni 2018.
Baca Juga : Meski Dituding Langgar Resolusi PBB, Iran Tetap Lanjutkan Uji Coba Rudal Balistik
Dengan posisi tersebut, Indonesia bersama 14 negara lainnya (AS, Inggris, Perancis, Rusia, RRT, Kuwait, Afrika Selatan, Pantai Gading, Equatorial Guinea, Jerman, Belgia, Polandia, Peru, dan Republik Dominika) akan berperan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan krusial terkait perdamaian dan kemanan internasional.
Benarkah hanya simbolis?
Namun, seiring dengan pemberitaan Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB, muncul pula pertanyaan, apa bedanya anggota tetap dengan anggota tidak tetap?
Baca Juga : Bangga! Indonesia Terpilih Sebagai Anggota Dewan Keamanan PBB
Lebih jauh lagi, tak sedikit yang menganggap posisi sebagai anggota tidak tetap dalam DK PBB hanyalah posisi simbolis, tidak memiliki peran strategis. Benarkah demikian?
DK sendiri adalah salah satu organisasi utama PBB yang menonjol karena tugasnya untuk menjaga perdamaian dan kemanan internasional.
Sementara DK terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap, keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Yakni kepemilikan hak veto yang hanya dimiliki anggota tetapnya (AS, Inggris, Prancis, China, Rusia).
Menyitir Pan Mohamad Faiz dalamHak veto, Dewan Keamanan dan Indonesia, penggunaan sistem veto memang dipergunakan sejak awal pembentukan untuk melindungi kepentingan para pendiri PBB.
Terlepas dari itu, dengan menjadi anggota tidak tetap DK, Indonesia memiliki hak untuk dapat menentukan prioritas, pendekatan, serta upaya reformasi kerja Dewan Keamanan, termasuk:
Baca Juga : 62 Tahun Mundurnya Bung Hatta Sebagai Wakil Presiden: Uang Pensiunnya Tak Cukup untuk Bayar PAM dan PBB
1. Menyelidiki situasi apa pun yang mengancam perdamaian internasional
2. Ikut merekomendasikan prosedur untuk penyelesaian sengketa secara damai
3. Turut serta menegakkan keputusannya secara militer, atau dengan cara apa pun yang diperlukan
4. Indonesia juga dapat memperjuangkan agenda kemanusiaan seperti isu kesetaraan gender atau program derasikalisasi.
Hal ini termasuk aktifnya kontribusiTNI mengirim pasukan darat dan laut ke berbagai daerah konflik.
Namun meski setiap anggota DK memiliki satu suara dalam rancangan resolusi apa pun, hal itu juga menimbulkan pesimisme.
Pasalnya hak untuk berkontribusi bisa menjadi sebuah kesia-siaan jika kemudian diveto oleh satu dari anggota tetap DK.
Hak veto sendiri adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi.
Baca Juga : Penelitian PBB: 58% Korban Pembunuhan Perempuan Dibunuh oleh Pasangan atau Anggota Keluarga
Sehingga tak mengherankan muncul opini dari masyarakat internasional untuk meninjau ulang persoalan keberadaan hak veto.
Namun tetap satu keuntungan yang paling menonjol dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan.
Yakni meningkatnya citra Indonesia dalam perpolitikan dan keamanan internasional.
(Muflika N.F.)
Baca Juga : Hari PBB: Kantor Penerangan PBB Zaman Orla yang Akhirnya Ditutup Karena Ucapan Presiden Soekarno