Baca Juga : Lewat Ramalan Jayabaya, Sultan Hamengku Buwono IX Sudah Memprediksi Datangnya Kemerdekaan RI
Apakah saya mampu?
Saya tertarik kepada Mas Herjuno bukan karena ia berdarah sangat ningrat, putra raja. Sebagai anak Jakarta, saya tak terpikat pada status darah biru.
Bagi saya, calon suami pertama-tama diukur dari respon cinta kedua belah pihak dan dari kemampuannya apakah ia mampu menghidupi wanita yang diperistrinya.
Untuk itu ia harus bekerja, selayaknya suami yang bertanggung jawab. Juga harus punya tujuan hidup.
Karena saya memperoleh pendidikan di Jakarta, lingkungan urban yang sama sekali tak akrab dengan kehidupan ningrat, saya pun tak paham apa arti ningrat dalam kehidupan ini. Status Mas Herjuno tak penting untuk saya.
Baca Juga : Meskipun Beda Keraton, Hubungan Ki Hajar Dewantara dan Sultan Hamengkubuwana IX Ternyata Sangat Akrab
Sebab itulah saya tak pernah berpikir atau menganalisis suatu saat Mas Herjuno akan terpilih menjadi sultan menggantikan ayahandanya.
Segala prinsip saya mengenai seorang calon suami, ternyata ada pada diri Mas Herjuno. Tapi mendadak saya cemas pada diri sendiri. Apakah nantinya saya mampu jadi istri yang baik?
Apakah Mas Herjuno dan pihak Keraton bisa menerima saya secara apa adanya? Apakah saya, dengan latar belakang budaya Jakarta, bisa beradaptasi dengan budaya Keraton?
Apakah saya bisa berubah menjadi pribadi yang bertingkah-laku halus selayaknya putri-putri Keraton?
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR