Baca Juga : Meski Jadi Putri Raja Keraton Yogykarta, GKR Hayu Enggan Dipanggil Gusti dan Lebih Nyaman Dipanggil 'Mbak'
Pengertian lebih "dewasa" dalam hal ini adalah memberi peringatan kepada adik-adik mana yang baik dan buruk. Saya pun lebih acuh kepada mereka.
Sangat berbeda dengan sebelumnya, di mana saya sibuk dengan kesenangan diri sendiri.
Pada dasarnya, apa pun yang saya minta diluluskan oleh orangtua. Mereka jauh lebih banyak memberi izin daripada melarang.
Ketika saya masih SMP, Bapak sudah membolehkan saya menyetir mobil atau mengendarai sepeda motor dari Kebayoran ke Menteng atau ke kawasan-kawasan lain di Jakarta.
Baca Juga : Kerabat Keraton Sepakat Patuhi Sabdatama yang Dikeluarkan Sultan Hamengku Buwono X
Saya membawa kendaraan sendiri untuk menonton teman-teman bertanding basket, olahraga yang dulu paling saya senangi, disamping kasti.
Padahal waktu itu saya belum punya rijbewijs (SIM, Red). Tapi saya tancap terus. Kenakalan-kenakalan seperti inilah yang saya lakukan, sekaligus saya nikmati.
Kala remaja, saya gemar menyetir mobil dan ngebut. Salah satu jalur kebut-kebutan saya adalah kawasan Puncak.
Jalanan pegunungan dengan tikungan-tikungan tajam, tanjakan dan turunan curam, serta jurang-jurang yang dalam menganga, saya lalui dengan kecepatan tinggi.
Baca Juga : Misteri Penghuni Keraton Merapi (2): Merapi adalah Keratonnya Para Makhluk Halus
Sekarang, mengenang kebut-kebutan itu, terus terang saya gemetar sendiri. Untung saya tak pemah mengalami kecelakaan.
Ngebut di daerah Puncak yang kondisi jalannya seperti itu, sekali tertimpa kecelakaan, fatal akibatnya.
Taruhannya nyawa. Saya kini heran kenapa waktu itu sedikit pun tak ada rasa sayang terhadap nyawa sendiri.
Rebutan cowok
Di zaman saya muda, geng-geng juga sudah ada. Bahkan saya, yang ketika itu masih di SMA Tarakanita, dengan teman-teman satu sekolah membentuk geng juga, namanya Geradak.
Baca Juga : Kisah Kepahlawan Tiga Tokoh AURI Yang Pesawatnya Ditembak Jatuh Belanda di Langit Yogyakarta
Anggotanya tujuh orang, perempuan semua. Kami sangat kompak. Misalnya, satu bolos sekolah, semua juga ikut bolos.
Jangan main-main dengan Geradak. Berkelahi pun kami berani. Tentu saja cewek lawan cewek.
Sebuah cerita, kebetulan kami bermusuhan dengan seorang cewek pelajar SMA 4. Gara-garanya. cewek itu merebut cowok yang sebelumnya pacaran dengan seorang anggota geng Geradak.
Menggunakan mobil, kami mendatangi SMA 4, yang lokasinya di depan Stasiun Gambir. Cewek itu berhasil kami temukan. Wah. seru.
Baca Juga : Kelabui Jepang Melalui Pembuatan Selokan, Raja Yogyakarta Sukses Selamatkan Rakyatnya dari Romusha
la kami tangani beramai-ramai. Kami khusus memakai sepatu hak tinggi. Ini berguna untuk menginjak lawan.
Besoknya, kepala sekolah SMA Tarakanita dilapori hal itu. Kami dipanggil dan kena damprat.
Dunia narkotika
Zaman itu adalah masa ketika narkotikamasih belum diawasi secara ketat oleh pihak berwajib. Hukuman juga belum berat.
Baca Juga : Heroiknya Sumiyo Bergulat dengan Petugas di Atas Rumah saat Tanahnya Digusur untuk Bandara Baru Yogyakarta
Waktu itu banyak orang menjual narkotika dengan terang-terangan, misalnya di Jalan Sabang.
Source | : | Tabloid Nova |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR