Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Ternyata Terlalu Mesra Saat Menikah Merupakan Salah Satu Penyebab Perceraian!
Nina mengamati, orang yang berasal dari keluarga cerai punya kemungkinan lebih besar untuk juga bercerai. Penjelasannya tentu saja bukan hukum Mendel tentang pewarisan sifat genetik. Ini lebih ke pembentukan pola pikir.
Seorang anak yang dibesarkan di dalam keluarga cerai akan memiliki banyak persepsi buruk tentang lembaga pernikahan. Akibatnya, ketika dihadapakan pada konflik rumah tangga, ia pun dengan mudah memutuskan cerai.
Manfaat bertengkar
Kalau kita bertengkar lalu berhasil menyelesaikan masalah itu, maka kualitas hubungan bisa justru menjadi lebih baik. Syaratnya, konflik itu harus diusahakan solusinya, bukan dibiarkan saja.
Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Simak 5 Tips Ini Agar Anak Tak Jadi Korban saat Orangtuanya Bercerai
Nina membuktikan sendiri hal itu di rumah tangganya. “Tidak semua perjalanan hidup keluarga kami indah bagaikan dongeng,” katanya.
Terakhir ia dan suaminya pun menghadapi masalah yang tidak terpecahkan selama dua tahun. Masalah yang sangat berat. Tapi begitu masalah itu berhasil diselesaikan, mereka justru bisa menjadi lebih harmonis.
Intinya, konflik harus diusahakan solusinya dulu sebisa mungkin. Perceraian mestinya menjadi opsi terakhir ketika semua jalan buntu.
Apakah itu berarti perceraian selalu buruk? Tidak. Pada kondisi tertentu, bercerai bisa saja lebih baik daripada tetap bersatu. Inilah alasan mengapa perceraian termasuk sesuatu yang halal—meskipun dibenci oleh Tuhan.
Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: 7 Tipe Suami yang Bikin Istri Ingin Bercerai
Jika istri terus-menerus menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), misalnya, maka dalam kondisi itu pernikahan lebih baik diakhiri.
Begitu juga jika salah satu pihak menderita gangguan kejiwaan berat yang membuat pasangannya menderita permanen. Namun perlu dicatat, keputusan bercerai mestinya hanya diambil ketika semua cara damai menemui jalan buntu.
“Hakim hanya memutuskan cerai jika memang manfaatnya dianggap lebih besar daripada mudaratnya, setelah proses mediasi gagal,” kata Yusran Sitanggang, hakim yang kini menjabat Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Karena kompleksnya masalah perceraian, Nina menegaskan, “Pernikahan harus diselamatkan justru sebelum dimulai.”
Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Ternyata Istri yang Menggugat Cerai Juga Bisa Mendapat Harta, Asal...
Bagaimana caranya? Kenali calon pasangan seutuhnya. Inilah gunanya masa penjajakan. Bukan sekadar untuk “yayang-yayangan”. Kenali keluarganya, teman-temannya, lingkungan kerja, sampai tabiat-tabiat buruknya.
Pada saat masa pendekatan, orang cenderung menunjukkan yang baik-baik saja. Wajar saja, namanya juga sedang ada maunya. Justru di sinilah tugas kita untuk mengenali calon pasangan secara utuh, baik dan buruknya.
Setelah kita mengenal pasangan dengan baik, lalu kita memutuskan menikah dengannya, logikanya kita harus bersedia menerima dia apa adanya. Ini konsekuensi logis dari pilihan sadar yang kita buat.
Di situlah letak seni pernikahan, menerima seseorang seutuhnya sebagai satu paket, termasuk kekurangan-kekurangannya.
Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading, Ini 8 Alasan Istri Memilih Ceraikan Suaminya
“Kalau pacarannya beres, paling tidak lima tahun pertama pernikahan biasanya beres. Kalau belum lima tahun sudah mau cerai, kemungkinan masa pacarannya enggak bener,” kata Nina berpendapat.
Resep anticerai filsuf Socrates mungkin bisa menjadi mantra sakti buat kita, “Menikahlah. Bila kamu mendapat pasangan yang baik, kamu akan bahagia. Bila kamu mendapat pasangan yang tidak baik, setidaknya kamu bisa menjadi filsuf.” (Ditulis oleh M. Sholekhudin, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 2011)
Baca Juga : Seorang Suami Menceraikan Istrinya Setelah Melihatnya Berpelukan dengan Pria Lain Melalui Google Maps
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR