Advertorial
Intisari-online.com - Kawasan yang memiliki pagoda ini awalnya dikenal sebagai tanah yang damai dan lembut di Asia Tenggara.
Namun siapa sangka, di baliknya ada tragedi genosida yang mungkin tak pernah Anda dengar sebelumnya.
Lebih dari dua juta orang dilenyapkan dengan tujuan utamanya untuk mengembalikan seluruh bangsanya ke 'tahun nol'.
Sebuah masa di mana negeri dengan perbudakan, tanpa keluarga, tanpa mesin, sekolah, buku, obat-obatan, dan juga musik.
Tahun 1979, pewarta John Pilger mengungkapkan sebuah bukti berlimpah ruah seperti tengkorak yang retak, kuburan massal, dan penduduk desa yang kehilangan kerabatnya.
Selama empat tahun lebih, hampir tidak ada kontak dengan orang-orang Kamboja karena perbatasannya disegel.
Apa yang dilihatnya hanyalah kehidupan gersang yang membungkam semua orang, seperti yang dikatakan DailyMirror (17/11/18).
Baca Juga : Jika Tak Ingin Menyesal, Jangan Pernah Lakukan 4 Hal Ini pada Organ Kewanitaan
Tidak ada orang, bahkan binatang, seolah populasi besar di negeri tersebut lenyap di perbatasan itu.
Seluruh kota dan desa di tepi sungai berdiri namun kosong, pintu-pintu rumah mengepak terbuka, mobil di sisi mereka, sepeda melenting di tumpukan, kursi dan tempat tidur di jalan.
Kabel listrik kusut dan hanya ada bayangan tunggal seorang anak, berbaring atau duduk, namun sayang iatidak bergerak.
Lanskap Asia Tenggara yang tak ada habisnya, tambak padi dan ladang, nyaris tidak terlihat, tidak ada yang tumbuh kecuali hutan dan rumput liar yang tinggi.
Baca Juga : 10 Manfaat Jepan alias Labu Siam yang Jarang Diketahui. Salah Satunya Bisa Tingkatkan Fungsi Otak, Lo!
Di pinggiran kota-kota besar rumput ini akan mengikuti garis lurus, yang seolah-olah telah direncanakan.
Siapa sangka rimba yang berkelat subur ini hasil kompos manusia, oleh sisa-sisa puluhan ribu pria wanita dan anak-anak.
Yang ternyata semuanya dibunuh!
Sebelum itu, penduduk kota yang kini menjadi rimba adalah orang-orang makmur yang serba berkecukupan.
Baca Juga : Cara Mengobati Biduran Secara Alami Tanpa Obat Kimia tapi Tetap Manjur
Mereka memilikiambulan, mobil pemadam kebakaran, lemari es, mesin cuci, pengering rambut, generator, dan mesin tik.
Namun karena hal itu, seolah-olah pasukan fanatik Khmer merah telah mencoba untuk menyapu mereka kembali ke masa lalu.
Setelah 17 April 1975, siapa saja yang memiliki barang-barang 'mewah' ini, atau pula siapa saja yang pernah tinggal di kota, berada di bawah ancaman hukuman mati.
Siapa saja dengan pendidikan atau keterampilan modern terbunuh jika identitasnya terungkap, entah dokter, guru, teknisi, pekerja terampil, bahkan anak sekolah, siapapun yang mengenal orang asing harus lenyap!
Baca Juga : Kisah Ketika Kekaisaran Ottoman Selamatkan 150.000 Orang Yahudi dari Pembantaian
Karenanya, perang rahasia diluncurkan oleh Amerika, ketika Presiden Nixon dan Dr. Henry Kissinger melanggar hukum konstitusi Amerika.
Para pilot yang menyerang disumpah untuk menjaga kerahasiaan operasional mereka.
Selama itu pula publik Amerika tidak tahu menahu tentang operasi penyerangan Kamboja ini.
Pada tahun 1973, setara dengan bom Hiroshima dijatuhkan di Kamboja, sebuah negara yang notabenenya netral ini kenapa diserang?
Baca Juga : Soal Genosida di Rohingya, Ternyata Indonesia Masuk Daftar 20 Aksi Genosida dengan Korban Jiwa Terbanyak
Tujuannya sederhana, untuk menancurkan basis Vietcong yang mistis di Kamboja.
Tujuan Presiden Nixon adalah untuk menunjukkan kepada komunis Vietnam betapa sulitnya menjalankan sebuah kebijakan yang pernah dia gambarkan sebagai "Teori Perang Madman".
Teori Perang Madman (The Madman Theory of War) melemparkan Kamboja ke dalam kekacauan, keseimbangan yang rumit antara kaum Royalis, Republik, dan Komunis dengan berbagai corak dihancurkan.
Sedangkan di hutan sekelompok kecil fanatik yang diilhami dari warisan sejarah Kamboja yang dikenal dengan sebutan Khmer Merah "revolusi budaya" China 1900-an mengintensifkan revolusi mereka.
Baca Juga : Kehidupan Mewah Keluarga Kerajaan Inggris Dibiayai Pajak Rakyat?
Mereka menyatakan 1975 adalah 'tahun Nol' yang secara harafiah awal dan akhir dari tahun modern.
Tujuan ideologis revolusi mereka adalah untuk menciptakan kembali masyarakat pedesaan 'murni', 'tanpa kelas sosial' yang serupa dengan Kerajaan Khmer abad kesepuluh.
Karena jumlahnya sangat sedikit, mereka mungkin mewakili tidak lebih dari 10 persen populasi ini berarti mengendalikan populasi dengan memperbudaknya dan mengurangi setengahnya.
Sedikit yang diketahui, dua orang yang melatarbelakangi kelompok fanatik ini adalah Pol Pot, pria yang belajar politik di lingkaran anarkis Prancis tahun 1940-an.