Pada beberapa orang, synaesthesia malah merupakan kemampuan permanen, semacam indera tambahan yang dibawa sejak lahir. Dalam penyelidikan tentang synaesthesia, ditemukan bahwa ada keseragaman dalam indera penerimaan mereka.
Not B-mol, misalnya, selalu memunculkan warna hijau, sedangkan A-kruis dikenali sebagai kuning. Hasil lainnya adalah synaesthesia sering muncul dalam satu garis keluarga, meski para peneliti masih belum memahami dengan tepat bagian apa dalam gen yang menyebabkannya.
Namun ada kemungkinan lain, siapa tahu synaesthesia bukanlah bakat aneh, namun potensi yang terdapat pada manusia umum. Merelca yang mampu mengalami synaesthesia barangkali tidak mempunyai zat dalam gen yang mampu menghambat munculnya kemampuan itu.
Maka wajar bila ada dugaan, warna-warni cat yang dicoretkan pada wajah ataupun kostum peserta upacara masyarakat tradisional sesungguhnya adalah refleksi riil dalam proses synaesthesia.
(Baca juga: Penuh Dedikasi, Guru di London Ini Diganjar dengan Hadiah Sebesar Rp13 Miliar dan Mengalahkan 30 Ribu yang Lain)
Serupa menjelang tidur
Perubahan kesadaran sesungguhnya sering terjadi dalam berbagai tingkat tidur. Begitu seseorang berpindah dari kondisi sadar menjadi tidur, ia memasuki kondisi hypnogogic, di mana pola paling umum yang terlihat adalah bentuk-bentuk geometris.
Semua ini juga terjadi bila orang mengkonsumsi obat halusinogen. Reaksi ini muncul karena adanya letupan sel secara acak di sistem saraf - akibat gangguan alamiah di otak saat kondisi sadar normal mulai hilang.
Selain itu, banyak pula yang juga melihat bayangan wajah berkelebat, "mendengar" namanya dipanggil-panggil, mendengar bunyi-bunyian secara acak atau potongan bagian musik, percakapan atau pembacaan puisi, bahkan, meski sedikit, mencium aroma bunga atau makanan.
Sebaliknya, pada periode antara tidur dan sadar kembali, pikiran berada dalam kondisi hypnopompic. Orang yang merasakannya serasa mengalami "mimpi sadar", mimpi yang meramalkan keadaan di masa depan.
Lepas dari fakta bahwa banyak halusinogen yang mendatangkan pengalaman "seperti mimpi", banyak mimpi yang mendatangkan pengalaman khas halusinogen.
Indera makin kuat, bahkan beberapa mimpi bisa mendatangkan kebijaksanaan dan perasaan "menyatu" dengan alam semesta.
Sedangkan fenomena mimpi-seperti akibat halusinogen, yang sering disebut "mimpi tinggi", semula diasumsikan terbatas terjadi pada orang yang pernah menggunakan obat-obatan psikoaktif. Jadi, mimpi itu semacam "memanggil" kembali pengalaman yang pernah dialaminya.
Namun, penelitian lebih lanjut mengungkapkan sejumlah kasus di mana tanpa obat pun pelaku tetap dapat merasakan "mimpi tinggi". Sedangkan penggunaan halusinogen setelahnya menghasilkan laporan, hanya sedikit perbedaan antara kedua pengalamannya dengan atau tanpa obat.
Kesimpulannya, halusinogen tidak memberikan pengalaman, tapi hanya memicu potensi yang telah ada di dalam pikiran.
Selama ini orang sering menganggap, pengalaman halusinogen dan mimpi biasa nilainya tetap lebih rendah dibandingkan pengalaman "nyata". Tapi ada pendapat, tidakkah pengalaman dalam kondisi mental berubah tadi justru salah satu cara membebaskan manusia dari pola pikir yang kaku?
Bukankahdalam kondisi ini kita mampu mengakses semua jenis kemampuan kita yang tersembunyi, bahkan yang belum kita pahami?
Banyak antropolog yakin, mula-mula halusinogen digunakan untuk memperkenalkan manusia pada dunia mistis, dunia roh, kemampuan magis, dan pengetahuan tentang dunia maya yang lain.
Namuh, ada pula yang berpendapat, zat halusinogen alami itu memegang peran penting dalam evolusi kemampuan pikir manusia. Benarkah? (TXF/Sht)
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1998)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR