Advertorial
Intisari-Online.com – Ini bukan pendapat Intisari, tetapi kepercayaan Cina yang "menular" ke Korea. Yang penting bukan hanya tempat untuk mati, tetapi juga tempat tinggal waktu masih hidup.
Istana presiden Korea Selatan misalnya, konon tempatnya sangat baik. Apakah karena itu ia datang lima menit terlambat di tempat naas di Rangoon bulan Oktober tahun 1983 lalu?
Tujuh belas orang Korea yang tewas dalam peristiwa peledakan bom di Rangoon, Birma, tanggal 9 Oktober 1983 dimakamkan dengan upacara kehorrnatan di Pemakaman Nasional yang terletak di sebelah selatan ibukota Korsel, Seoul.
Di Pemakaman Nasional itu terdapat pula kuburan dua presiden Korsel: Syngman Rhee dan Park Chung-hee.
Menurut beberapa jikwan (sebutan bagi ahli geomancy di Korea), pemakaman itu merupakan myongdang, artinya tempat yang bagus, yang memberi ketenangan pada arwah orang yang meninggal, sehingga bisa memberi rezeki pada keturunan yang ditinggalkannya.
Beberapa jikwan lain menyatakan bahwa pemakaman itu sebenarnya bukan myongdang yang terlalu baik.
Nenek moyang harus senang
Orang Korea di masa yang lalu niaupun di masa kini banyak yang percaya bahwa roh-roh yang tidak kelihatan hadir dan memberi pengaruh pada bumi dengan energi kreatif mereka. Mereka menyebabkan bunga-bunga mekar dan buah-buahan tumbuh.
Mereka merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bumi dan mereka memusatkan energinya di tempat-tempat tertentu.
Karena nenek moyang yang sudah meninggal dianggap tidak tinggal di dunia lain, melainkan menempati ruang yang sama seperti orang hidup dan jenazah mereka dianggap memberi energi kepada keturunannya, maka tidak heran kalau keturunan mereka merasa perlu memperhitungkan mereka.
Makam nenek moyang dianggap sebagai rumah dari nenek moyang. Kalau nenek moyang merasa senang dalam makamnya, rezeki keturunannya terjamin. Karena itu menemukan tempat pemakaman yang paling baik bagi nenek moyang dianggap sangat penting.
(Baca juga:Berdasar Penemuan Terbaru Nenek Moyang Orang Inggris Diyakini Berkulit Gelap)
Jikwan, ahli geomancy, dimintai tolong untuk menunjukkan myongdang, yaitu tempat-tempat di mana terpusat energi dari roh-roh yang baik.
Tempat semacam itu bukan hanya dianggap pantas untuk makam, tetapi juga untuk rumah tinggal dan ibukota. Untuk, menemukan myongdang tidak mudah.
Ilmunya rumit dan disebut pungsujiri. Jikwan harus mempertimbangkan banyak pengaruh. La mesti bisa menentukan di mana tempat berkumpul roh-roh baik di suatu gunung. la harus yakin bahwa angin tidak memencarkan mereka dan bahwa ada sungai atau aliran air di tempat itu yang membantu roh-roh untuk tetap segar.
Kalau sudah berhasil menemukan tempat yang dihuni roh-roh kuat, ia harus mempertimbangkan pula pengaruh kekuatan matahari dan bulan serta negatif dan positif.
Masih ada lagi yang harus diperhitungkan, yaitu lima unsur: mineral, tanaman, air, api dan tanah. Yang harus dihindarkan ialah tempat-tempat yang dihuni oleh roh-roh jahat.
Rebutan kuburan
Pungsujiri mengalami zaman keemasan pada masa Dinasti Yi (1392-1910). Pada masa itu sering terjadi perkelahian sengit dan tuntutan di pengadilan untuk menggali makam keluarga lain untuk mengeluarkan tulang belulang yang terkubur di sana dan menggantikannya dengan tulang belulang nenek moyang.
(Baca juga:Demi Hidup Bahagia, Seorang Pria Berhenti dari Pekerjaan, Menjual Rumah, Lalu Bepergian Bersama Kucingnya)
Tahun 1927 kota-kota yang bertetangga di Olju County, Kyongsang Namdo, bentrok sampai menimbulkan pertumpahan darah gara-gara berebut tanah pemakaman di G. Muhak, salah sebuah gunung yang dianggap paling baik untuk tempat pemakaman.
Konon sampai sekarang rasa permusuhan di antara mereka masih ada.
Dalam menerapkan pungsujiri, para jikwan mula-mula melihat bentuk kasar gunung. Ada lima jenis: gunung air rupanya mirip ular dan merupakan lambang dari kepatuhan. Gunung kayu berbentuk seperti kubah dan melambangkan keartistikan atau bakat menulis atau semangat keagungan.
Gunung tanah yang melambangkan keberanian bentuknya segi empat, sedangkan gunung logam berbentuk setengah lingkaran dan melambangkan ketahubatasan.
Gunung Pukak yang bentuknya seperti genta melindungi Istana Kepresidenan Chongwadae dari belakang. Ini dianggap sebagai salah satu tempat yang paling bagus dan paling langka di Jazirah Korea.
Chongwadae dikelilingi oleh dua gunung lain yang bagus pula bentuknya, yaitu G. Inwang dan G. Dobong. Menurut jikwan, istana itu mempunyai tempat yang tepat sebagai pusat kekuasaan.
(Baca juga:Anak Miliarder Ini Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin, Hanya Dibekali Uang Rp100 Ribu)
Kabar angin menimbulkan kegelisahan
Kalau myongdang sudah ditemukan, tugas jikwan ialah menemukan tempat yang tepat untuk menggali kubur. Tempat itu namanya hyul. Kalau myongdang dijumpai tetapi hyul tidak, percuma saja hasil jerih payah jikwan.
Kalau jikwan menunjukkan tempat yang keliru untuk makam, keturunan almarhum bisa rudin.
Pada zaman pendudukan Jepang (1910-1945) orang-orang Korea ketakutan gara-gara kabar angin yang menyatakan Jepang melubangi puncak gunung-gunung besar dan mengisinya dengan logam mendidih untuk memampatkan hyul.
Kabar angin itu timbul gara-gara Jepang memberi tanda gunung-gunung di peta untuk tempat mengamati lawan. Keterangan yang benar tetap tidak dipercaya oleh banyak orang yang waswas.
Jepang membuat gedung gubernur jenderalnya (kini Gedung Capitol) antara Gerbang Kwanghwa yang merupakan pintu utama ke Istana Kyongbok dan Keunjongjon, yaitu kantor kerajaan Dinasti Yi.
Banyak orang Korea percaya, hal itu sengaja dilakukan untuk menekan semangat orang Korea.
(Baca juga:Manfaatkan Krisis Ayam di KFC, Seseorang Menjual 'Resep Rahasia KFC' di Toko Online, Laris?)
Kata Lee Seung-chan, guru pungsujiri di Seoul, cuma satu dari sepuluh ribu orang Korea beruntung memperolah myongdang. Tetapi jikwan lain.
Menurut Jee Chang-jong, yang hampir selalu dimintai mencari tempat pemakaman kalau ada orang-orang gede meninggal di Korea (termasuk Presiden Park Chung-hee), myongdang bisa ditemui di mana-mana.
Di desa terkecil pun sedikitnya ada satu myongdang. Namun ia juga mengakui bahwa myongdang yang benar-benar bagus jarang ada.
Pionir geomancy di Korea, Biksu Toseon, dikatakan menemukan tiga puluh tempat yang memiliki energi yang luar biasa di Korea. Tempat-tempat itu ditandainya dengan menusukkan tonggak yang diberi tanda namanya.
Tidak satu pun dari tonggak itu pernah ditemukan. Mungkin saja logamnya sudah hancur dimakan karat. Ada juga yang mengira tempat-tempat terbaik sudah dipakai untuk makam raja-raja dan vihara-vihara Buddhis.
Tip penting
Karena pungsujiri itu sulit, jikwan yang pandai pun bisa salah. Konon Toscon sendiri pernah menyebabkan seorang muda menemui ajalnya, karena memberinya myongdang yang sebetulnya terlalu tinggi statusnya untuknya.
(Baca juga:Inilah Alasan Mengapa Kucing Suka Merem-Melek Kesenangan Bila Dielus Lehernya)
Untuk membatasi ekses-ekses buruk akibat keinginan memperoleh tempat pemakaman yang dianggap menjamin rezeki keturunan si mati, pemerintah Seoul membatasi luas tanah makam. Sctiap makam hanya boleh mendapat tanah maksimum 30 m bujur sangkar.
Sun Jai-kyu, orang Korea yang menulis karangan ini, memberi tip: Kalau tidak bisa memperoleh jasa jikwan, sebaiknya pilih makam di lereng selatan sebuah gunung yang mempunyai pemandangan lapang dan indah ke daerah pemukiman.
(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi September 1984)