Intisari-online.com - Orang Eropa dan Amerika Serikat di masa lampau (abad ke-17 dan ke-18) punya cara tersendiri untuk membereskan masalah antara dua orang yang sedang bertikai.
Caranya yakni melalui duel pistol yang bisa berakibat pada salah satu orang terluka atau mati. Tapi dua-duanya bisa juga terluka dan mati bersama.
Duel senjata bukanlah barang baru karena di masa silam telah dikenal duel atau perkelahian satu lawan satu.
Senjatanya bisa pedang atau pistol. Tangan kosong pun bisa.
BACA JUGA: Inilah yang Akan Terjadi Jika Rutin Makan 6 Siung Bawang Putih Panggang Setiap Hari
Dalam peradaban Barat tradisi duel yang sudah dikenal sejak abad 15 ini terus berlanjut hingga abad 20.
Senjatanya pun berkembang mulai dari senjata tajam hingga senjata api.
Pada umumnya duel dilakukan untuk membela atau menjunjung tinggi kehormatan pelaku baik secara pribadi maupun kelompok.
Sebelum diberlakukan undang-undang yang menyatakan duel senjata adalah perbuatan ilegal, duel senjata kerap dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pribadi, politik, dan bahkan bisnis.
BACA JUGA: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak
Kendati duel senjata dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, duel senjata toh tetap saja dijadikan solusi terakhir hingga zaman terkini. Misalnya dalam proses pemilihan presiden di Peru tahun 2002.
Saat itu dua kandidat Eittel Ramos dan David Waisman sempat melontarkan solusi duel pistol untuk menentukan siapa pemenangnya. Tapi karena dianggap mencari sensasi, tantangan duel pistol yang dilontarkan oleh Eittel itu kemudian diabaikan.
Di Indonesia tradisi duel sudah dikenal sejak zaman kerajaan-kerajaan dan dikenal dengan nama perang tanding. Salah satu perang tanding yang terkenal adalah pertarungan penguasa Jipang, Arya Penangsang melawan Panembahan Senopati, Raja Mataram.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR