Di Barat, perkembangan RS banyak dipengaruhi konsep RS di biara, di mana selalu ada tempat perawatan, rumah obat, dan biasanya kebun tanaman obat.
Selain merawat rahib yang sakit, biara juga terbuka bagi para peziarah atau musafir. Cara merawat ini kemudian diterapkan pula untuk orang awam.
Sampai beberapa abad berikut, layanan RS masih terbatas pada melayani dan merawat pasien parah yang tak mungkin dirawat di rumah atau orang miskin.
BACA JUGA: Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak
Tak ada dokter pula! Dokter masa itu masih memberikan pengobatan hanya di ruang praktik pribadi atau di rumah pasien.
Namun, tahun 1300-an di beberapa RS di Italia sudah mulai ada dokter, meski masih yunior. Dengan dibantu perawat terlatih, ia mengobati sesuai resep dokter senior. Maklum, kebanyakan dokter Eropa masa itu hanya melayani kalangan atas di kota besar.
Murid kedokteran belajar dari berbagai teks dari Yunani, Latin, Arab, dan Yahudi, tanpa pernah mempelajari langsung tubuh manusia. Baru di tahun 1594 dibangun teater operasi pertama di Padua, Italia, sebagai tempat untuk mengembangkan ilmu anatomi manusia.
Tahun 1700-an makin banyak RS di Eropa, namun fungsinya tetap untuk sosial. Orang kaya memilih dirawat di rumah. Bisa dimengerti, karena RS biasanya penuh sesak, kotor, dan gelap.
Apalagi di hampir semua RS prinsip sanitasi belum dikenal, maka penyakit mudah menyebar dan menulari pasien lain.
Di sisi lain, para dokter mulai tertarik mengobati pasien di RS. Meski mereka lebih suka pada pasien dengan penyakit yang bisa sembuh seperti kudis, patah tulang, borok, dll. Pasien penyakit menahun dan sulit diobati tak jarang diabaikan.
Untung akhir tahun 1800-an para dokter mulai memperhatikan prinsip-prinsip antiseptik. Tahun 1865 Sir Joseph Lister tercatat menggunakan semprotan asam karbol untuk membunuh kuman di udara.
Ia pun menekankan, dokter bedah harus memakai antiseptik untuk membunuh kuman di tangan dan peralatan. Alhasil, pembedahan menjadi lebih aman. Lahirlah tren merawat pasien di rumah sakit. Ini lebih menguntungkan karena di rumah pasien standar kebersihan tentu lebih sulit diterapkan.
Memasuki abad XX RS tak lagi murni bersifat sosial. Pasien mulai membayar untuk perawatan yang diterimanya. (Dari pelbagai sumber/Sht)
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR