Tidak dilupakan saji-sajiannya beserta kemenyan. Karena itu bentuk maesan (nisan) sejak itu seperti kekeyan. Serem!
Menurut folklore, berasal dari zaman Majapahit
Pada suatu hari terlihat seorang anak Iaki-laki sedang duduk termenung di bawah pohon kesambi. Udara sangat panasnya. Memang lagi kemarau dan sudah lama tidak hujan-hujan.
Dari wajahnya tampak jelas kalau anak itu sengsara. Dia tidak punya orangtua lagi. Hidupnya lontang-lantung. Sudah beberapa hari tidak makan dan siang itu sebutir nasi pun dia tidak menemukan.
Dia segera memanjat pohon dan memetik buahnya yang sudah masak. Ternyata rasanya pahit dan asam. Tapi dimakannya juga.
Sementara itu arwah Patih Udara berkelana dan sampai ke tempat anak Iaki-laki tersebut. Anak itu kelihatan mengantuk dan kelelahan. Roh itu lalu turun dan menampakkan diri. Dengan wujud seorang Iaki-laki tua.
“Wahai anak Iaki-laki yang sedang istirahat, sesungguhnya kau adalah anakku sendiri. Kelak kau akan menjadi raja di negeri ini.”
(Baca juga: Reog Ponorogo, Sebuah Tarian Pemberontakan yang Ditujukan untuk Majapahit)
Anak itu terkejut. Dia heran. “Bagaimana bapak bisa mengatakan saya anak bapak? Selama hidup saya belum pernah melihat siapa bapak saya, demikian juga saya belum pernah melihat siapa ibu saya. Kedua, hidup saya amat sengsara. Segala saya cari dengan kekuatan sendiri. Mana mungkin dalam keadaan demikian bisa menjadi raja? Jauh sekali pikiran itu dari benak saya.”
“Sebenarnya aku adalah Udara, dulu patih Majapahit. Ketika aku meninggal, ibumu sedang mengandung dirimu. Lalu kamu dilahirkan. Tapi seminggu kemudian ibumu menyusulku dan dimakamkannya di gunung Indrakila.
Kelak kau memang akan jadi raja Majapahit. Karena itu sekarang bikinlah gasing, satu permainan yang kelak akan segera membawamu ke sukses hidup. Buatlah gasing dari kayu kesambi ino.
Dan sejak sekarang kau kuberikan nama Damar Wulan. Kalau ada kesulitan-kesulitan dalam hidupmu panggillah diriku. Aku selalu akan membantu. Selamat tinggal anakku.” Orang itu lenyap dari penglihatan Damar Wulan.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR