Baru saja saya turun dari kendaraan, dari pengeras suara raksasa terdengar kata-kata sambutan: "Inilah Kuil Lu'ermen yang asli, yang sudah dibuktikan secara ilmiah "
Di desa kecil tempat saya diundang makan oleh medium, dalam pesta kurban tidak ada pemisahan antara unsur tradisional, nasional, komersial. Rupanya, supaya pesta berhasil, unsur di dalam maupun di luar kuil harus tetap ada.
Yang pokok, para dewa dan arwah orang mati harus berjalan bersama. Di ladang tebu yang sudah dipanen, yang luasnya empat kali lapangan bola, para keluarga di desa mendirikan altar persembahan bagi orang yang sudah meninggal.
Semuanya ada sekitar 50 deret meja, yang lebarnya mencapai 2 m sepanjang 40 m. Meja-meja itu penuh dengan makanan dan pada setiap ujung deretan terdapat kurban babi.
Pada ujung lain dari deretan itu, yang konon merupakan pintu masuknya para roh, terdapat sebuah kamar mandi kecil untuk membersihkan diri, menyisir rambut, menggosok gigi atau memperbaiki dandanan.
Bila sebelum pesta ada roh yang ingin menjahit kancing, juga disediakan keperluannya. Bila ada yang ingin main kartu atau santai bermain mahyong, juga ada duit mainan.
Menurut kepercayaan orang Cina, baik di dunia sini maupun sana, manusia makan dengan mulut, hidung dan mata. Karena itu makanan yang disuguhkan juga dengan cara yang indah, seperti cumi di atas piring membentuk payung, buah nenas dibentuk naga, cawan yoghurt dibentuk kapal berhias.
Minuman yang tersedia juga tidak kurang: ada sampanye, bir, anggur dan limun. Pada piring persembahan terdapat benda-benda kecil yang mencantumkan nama penyumbangnya.
Di lapangan depan meja-meja kurban terdapat tempat main judi untuk hiburan pendatang. Di situ juga terdapat dua panggung orkes lengkap dengan pengeras suara elektronik, serta penyanyi wanita yang berpakaian minim.
Mungkin ini yang dimaksud oleh pemimpin kuil sebagai "sesuatu yang enak dinikmati mata".
Di atas, pada batang-batang bambu, tergantung rentetan petasan. Sementara itu para petugas dengan bersemangat menyebarkan kertas bertulis yang mencantumkan nilai uang di dunia sana.
Begitu pendeta Tao mengakhiri upacara, dia akan memberi isyarat. Petasan pun akan dibunyikan, uang-uangan dibakar, begitu juga rumah-rumahan indah, mobil limusin dari kertas untuk orang mati.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR