(Baca juga: Polah 'Sadis' Raja-raja Mataram di Sela-sela Waktu Semadi Meminta Berkah dari Nyai Roro Kidul)
Tetapi hingga kini tuntutan agar pemerintah Jepang meminta maaf kepada para korban pun kurang memperoleh tanggapan berarti.
Memang ada semacam kompensasi berupa uang yang diberikan oleh Pemerintah Jepang.
Namun tidak diterima langsung kepada para wanita yang menjadi korban, melainkan kepada Departemen Sosial.
Sistem Jugun Ianfu itu tidak hanya mengenai kaum wanita di Indonesia saja, tetapi juga berbagai bangsa lain, termasuk wanita Belanda yang dimasukkan dalam kamp interniran.
Sebelum perang meletus, tentara Jepang pun sudah mempraktekan sistem wanita penghibur tentaranya ini, terutama dari Korea dan China.
Banyak dari mereka yang diculik dan dipaksa melayani para serdadu Jepang di “rumah hiburan”.
Yang selama perang terdapat di berbagai wilayah pendudukan Jepang, seperti Filipina, Birma, Singapura, Indonesia, Manchuria, China, dan sebagainya.
Sebagaimana yang dialami pekerja romusha, maka perlakuan terhadap para wanita Jugun Ianfu pun tak kalah buruk dan kejamnya.
Dengan mudah mereka disingkirkan manakala dianggap tak menarik lagi atau tidak ada gunanya karena terkena penyakit kelamin dan sebagainya.
Bagi yang menolak melayani, maka perlakuan bengis harus mereka terima.
Karena itu, ada di antara kaum wanita tersebut yang bunuh diri atau terganggu jiwanya.
Perlakuan buruk tadi antara lain karena “administrator” Jugun Ianfu adalah Kempetai.
Berapa jumlah pasti kaum wanita yang menjadi korban sistem Jugun Ianfu selama dan sebelum perang, sulit untuk dipastikan karena Pemerintah Jepang kurang terbuka untuk mengungkapkannya.
Padahal bukanlah rahasia bahwa adanya seks paksa itu diketahui dan bahkan diatur dari Tokyo, dalam rangka pemberian fasilitas bagi para prajuritnya yang berperang jauh dari negerinya sendiri.
Bahkan sejak Januari 1942, keluar perintah bahwa kepada Jugun Ianfu diberikan surat jalan militer untuk memperlancar pengiriman mereka ke tempat-tempat yang memerlukan comfort woman tersebut.
(Baca juga: Kisah Pilu Marina Chapman: Dibuang ke Hutan, Dirawat Kera, Lalu Dijadikan Budak Seks)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR