"Namun, sampai sekarang anak tersebut tak pernah sakit lagi. Saya lantas merenungkan, kisah keris itu cocok dengan semua peristiwa dan kejadian yang menimpa si bocah," ujar Harjonagoro, pendiri Perkumpulan Penggemar Keris, Bowo Rasa Tosan Aji, Solo.
Paham Magis-Religius
Dua kejadian mistis di atas paling tidak bisa dijadikan contoh, bahwa apresiasi tentang keris pada masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, berkaitan erat dengan aspek budaya tradisional yang mengacu pada paham magis-religius.
Ditilik dari sejarah, sistem kepercayaan lama Jawa sangat menekankan pada pandangan di mana jagad adalah sesuatu yang utuh, ditopang oleh unsur-unsur yang memiliki roh atau kekuatan yang kesemuanya berfungsi menjaga keselarasan.
Oleh karena itu dapat dibayangkan dan dimengerti bagaimana keris memiliki kedudukan yang penting di masyarakat, baik dalam artian sakral dan magis maupun artian estetik teknologi.
Kisah Ken Angrok dan Empu Gandring sekaligus menceritakan kedudukan magis dari keris, baik sebagai senjata pusaka maupun sebagai penyelaras kehidupan, serta kedudukan magis sang empu pembuatnya.
Betapa besar arti pusaka di zaman dulu terbukti dari munculnya legenda-legenda di seputarnya yang seakan dilebih-lebihkan, guna menyakinkan kehebatannya.
Selain kisah Keris Cangkring karya Empu Gandring, yang tak kalah hebatnya adalah Keris Kyai Sengkelat milik Sunan Kalijaga. Semula Empu Supa yang bertugas membuat keris ini bingung, karena Sunan hanya memberi logam sebesar biji asem sebagai bahan mentah.
Seakan tahu keraguan sang empu, ketika mau ditempa tiba-tiba bahan mentah itu menjelma menjadi bukit. Toh, akhirnya jadi juga sebilah keris berluk 13 dengan tangguh Majapahit.
Nantinya Kyai Sengkelat ini bersama dengan mahakarya lainnya, Keris Sabuk Inten, berhasil menumpas wabah penyakit (pageblug) di kawasan Demak yang disebarkan keris jahat bernama Kyai Condongcampur.
Sejak kapan keris muncul
Tidak seorang pun tahu pasti kapan keris mulai dikenal orang. Yang jelas senjata tikam ini sudah tua usianya. Lahir dari perkembangan senjata tusuk zaman prasejarah dari tulang binatang.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR