Advertorial

Ingat Jangan Salah Lagi, Tahun Kabisat Habis Dibagi 400 Bukan Habis Dibagi 4!

Moh Habib Asyhad

Editor

Kalender kabisat habis dibagi 400 bukan dibagi 4. Konon sejak ribuan tahun lalu, kalender sudah ada di daerah Afrika, Asia, Mesoamerika, dan Eropa.
Kalender kabisat habis dibagi 400 bukan dibagi 4. Konon sejak ribuan tahun lalu, kalender sudah ada di daerah Afrika, Asia, Mesoamerika, dan Eropa.

Intisari-Online.com – Setiap pergantian tahun, kita selalu mengganti kalender. Ini tidak terjadi saat sekarang saja.

Konon sejak ribuan tahun lalu, kalender sudah ada di daerah Afrika, Asia, Mesoamerika, dan Eropa.

Mula-mula kalender disusun berdasarkan gerakan bulan, tetapi lalu diganti dengan gerakan matahari yang dianggap lebih akurat.

Hingga kini cara itu terus dipakai meski masih ada kalender yang mengacu pada bulan.

Mesir adalah bangsa pertama pemakai kalender matahari pada tahun 4236 SM.

(Baca juga:Peramal yang Secara 'Jitu' Meramal Tragedi 9/11 Membuat Prediksi Suram di 2016)

(Baca juga:Berani Berbeda! Kalender Ini Berisi Foto 'Putra Duyung', Konyol Tapi Tujuannya Sangat Positif)

Kalender itu punya 365 hari, terbagi atas 12 bulan berisi 30 hari, sisa lima hari masuk pada bulan terakhir. Tapi kalender itu dianggap belum akuraf karena kurang 1/4 hari.

Sebelum menggunakan kalender matahari, Bangsa Romawi meniru kalender bulan Yunani.

Masa itu pendeta di Romawi bertugas mengamati angkasa untuk melihat pergantian waktu.

Saat muncul bulan baru, ia akan segera mengumumkan. Dalam bahasa Romawi “mengumumkan” adalah calare, yang lalu berkembang jadi kalendae atau kalender. Tapi ada yang menyebut, kalender berasal dari bahasa Latin calendarium (daftar yang menarik).

Kalender itu terdiri atas 10 buan atau 304 hari. Menurut penyair Latin Ovid (43 SM - 18) dan filsuf Yunani Plutarch (46 - 120), bulan I adalah Martius atau Maret – dari nama Mars, dewa perang Romawi.

Enam bulan terakhir cuma nama angka, yaitu "5" atau Quintilis hingga "10" atau Decembris.

Asal nama bulan II -III- IV atau Aphrilis, Maius, dan Junius punya beberapa versi. Hari pertama April adalah perayaan untuk Venus.

Tak aneh bila muncul sangkaan April berasal dari Aphrilis alias Aphrodite yaitu Venus daIam bahasa Yunani.

(Baca juga:Gempa Jakarta: Apa yang Menyebabkan Bumi 'Bergoyang'?)

(Baca juga:Gempa Jakarta: Benarkah Hewan Mampu Memprediksi Terjadinya Gempa?)

Tapi, menurut psikolog Jerman Jakob Grimm (1785 - 1863), April berasal dari nama dewa atau pahlawan Aper atau Aprus. Maius diambil dari Dewi Maia, anak Atlas.

Sedangkan Junius dari nama Dewi Juno. Tapi ada yang menyebut, April, Mei, dan Juni cuma tahap pertumbuhan pertanian dan peternakan.

Januari dan Februari ditambahkan oleh Numa Pombilius agar setahun menjadi 355 hari. Januari berasal dari Janus, nama dewa penguasa pintu dan gerbang, dan oleh Joannes dari Lydia dikatakan sebagai nama planet.

Kata Februarius berasal dari kata februa, tali dari kulit kambing, yang dalam tradisi Lupercalia disabetkan pada perempuan agar jadi subur.

Saat Julius Caesar memerintah, kalender sudah ketinggalan tiga bulan dari musim akibat akumulasi salah hitung.

Untuk mengejar Caesar memperpanjang setahun menjadi 445 hari. Tak heran kalau tahun 46 SM disebut Tahun Kekacauan.

Atas nasihat astronom Yunani, Sosigenes, ia memerintahkan untuk berpatokan pada bulah, satu tahun punya 12 bulan dan berisi 31 dari 30 hari berselang-seling, kecuali Februari, 29.

(Baca juga:(Foto) Apa Jadinya Jika Para Pemimpin Dunia 'Nyontek' Gaya Rambut ala Pasha 'Ungu'? Inilah Hasilnya)

Selain itu, tiap empat tahun sisa 1/4 hari digabung dalam tahun kabisat yang ditambahkan pada Februari. Hasilnya, kalender itu cukup tepat menandai pergantian musim.

Ia juga memindah awal tahun pada bulan Januari. Karena jasanya, Senat mengganti bulan Quintilis dengan namanya. Tapi, setelah ia dibunuh pada 44 SM, tahun kabisat muncul tiap tiga tahun.

Tahun 8 oleh pemimpin Romawi berikutnya, Oktavianus alias Kaisar Augustus, kabisat ditetapkan muncul empat tahun sekali.

Namanya pun diabadikan sebagai nama bulan. Kalender Romawi atau Julian, yang dipakai banyak bangsa selama 1.500 tahun itu sebenarnya belum akurat, karena masih terlalu panjang 11 menit 14 detik.

Menurut perhltungan selanjutnya, setahun matahari adalah 365,242199 hari atau 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik. Maka pada tahun 1582 Paus Gregorius XIII meminta ahli matematika Christopher Clavius dan astronom Luigi Lilio Ghiraldi untuk memperbaikinya.

Terbukti, total keterlambatan mencapai 10 hari. Pada Oktober 1582 diadakan penyesuaian dengan "melompati" beberapa hari. Tepatnya tanggal 4 langsung diikuti tanggal 15.

(Baca juga:Siapa Sangka, Bentuk Pusar Bisa Bantu Ungkap Kepribadian Kita. Yuk, Dicek!)

Untuk menandai peristiwa penting pada 5-14 Oktober tahun itu, cukup diembel-embeli dengan OS (old style) atau NS (new style).

Aturan tahun kabisat pun diubah. Tahun berakhiran 00 disebut kabisat hanya bila habis dibagi 400, bukan 4. Tahun 1600 dan 2000 memang tahun kabisat, tapi tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan karena tidak habis dibagi 400.

Dengan kalender Gregorian itu keterlambatan per tahun cuma 26 detik. Wajar bila sementara ini kalender itu yang masih dipakai.

Alhasil, bulan Januari pun masih akan memberi salam, "Selamat Tahun Baru!" (Dari pelbagai sumber/Sht)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 2000)

Artikel Terkait