Advertorial
Intisari-online.com - Ribuan kilometer jauhnya dari bumi Indonesia, di sebuah ruangan berdinding rapat dan berpintu besi. Sayup-sayup terdengar irama yang "membius" telinga.
Semua terpukau. Demikian laporan The Independent saat mengunjungi Penjara Brixton, Inggris, beberapa waktu silam.
Alunan menyihir itu berasal dari seperangkat gamelan di salah satu ruangan penjara. Gamelan?
Ya, gamelan! Seperangkat alat perkusi Jawa yang selama ini kita kenal sebagai pengiring berbagai pertunjukan seni tradisional.
BACA JUGA: Terima Kasih untuk Sewindu Perjalanan Lestari
BACA JUGA:Begini Cara Mengenali Pangkat Anggota TNI dari Mobil Dinasnya
Di sana, alat musik berlaras slendro dan pelog tersebut dimainkan oleh para narapidana yang mayoritas bertampang seram dan menjalani hukuman berat. Caranya memainkannya pun khusyuk laiknya orang beribadah.
"Terasa begitu lembut. Anda dijamin akan dibawa dalam kondisi serupa trance saat memainkannya. Kita seperti berada di dunia lain. Saya belum pernah menjumpai alat musik seperti ini sebelumnya," kata Nick Chernikeeff, salah satu penghuni Penjara Brixton yang dihukum karena kasus pembunuhan.
Dalam beberapa tahun ini Chernikeeff dkk memang aktif berlatih gamelan. Dalam sepekan, dia mengaku, minimal tiga kali memainkan alat musik yang berasal dari negara yang belum pernah dikunjunginya tersebut.
Demikian juga dengan beberapa rekannya yang lain. "Saya berasal dari lingkungan kriminal di Irlandia Utara. Kehidupan saya dulu sangat keras. Di sini (Penjara Brixton), saya justru bisa menemukan ketenangan setelah memainkan gamelan," ujar Francis Howe, napi yang dibui karena memperdagangkan obat-obat terlarang.
BACA JUGA:Mulai Sekarang, Berhentilah Makan Nasi Sisa Kemarin! Ini Alasannya
Menggoda rakyat Ratu Elizabeth
Gamelan bukanlah alat musik populer di Inggris. Toh, sebagian masyarakatnya sudah banyak mengenalnya.
Salah satu sosok yang berjasa dalam "perkenalan" gamelan dengan masyarakat Inggris adalah Rahayu Supanggah (63), maestro musik tradisional asal Solo yang pernah meraih penghargaan Komposer Terbaik lewat film "Opera Jawa" di Festival Film Asia 2006.
Pada 1987 silam, Supanggah memperkenalkan gamelan di Inggris. Tak dinyana, sambutannya begitu meriah. Para penonton dibuat terkagum-kagum dengan irama gamelan yang begitu damai dan khas.
Saking tertariknya, beberapa pihak, salah satunya Alec Roth tergoda untuk membentuk komunitas pecinta gamelan. Maka pada tahun itu juga berdirilah Southbank Gamelan London.
Komunitas tersebut kemudian berkembang menjadi yayasan dan terus membesar hingga saat ini. "Masyarakat Eropa tertarik dengan gemelan bukan hanya karena bunyi-bunyian yang dihasilkannya. Mereka justru lebih kagum dengan cara memainkannya," terang Supanggah sambil tersenyum simpul.
Berbeda dengan alat-alat musik lainnya, gamelan tidak bisa dimainkan sendiri-sendiri. Mulai dari gong, kendang, saron, hingga demung mesti dimainkan bersamaan baru tercipta sebuah harmoni. Dari sekian banyak jenis alat musiknya, tak ada satu pun yang menonjol dan diperbolehkan menonjol.
Cara bermain seperti itu jelas sangat menantang bagi orang-orang Eropa yang terkenal individualistis. Apalagi, dengan bermain gamelan, mereka bisa saling mengakrabkan diri antara satu dengan yang lain.
Salah satu warga Inggris yang tergila-gila pada gamelan adalahCathy Eastburn.
Pada 2002, dia memutuskan terbang ke Solo untuk berguru dengan sejumlah maestro gamelan. Hingga pada suatu titik, Cathy menyadari bahwa gamelan mempunyai sebuah "kekuatan" tersembunyi yang dahsyat.
Tidak hanya mengajarkan kebersamaan, gamelan juga mengajarkan prinsip-prinsip hebat bagi kesehatan jiwa. Dengan rutin bermain gamelan, watak agresif bisa direduksi, kemampuan berkomunikasi meningkat, hingga jiwa menjadi lebih tenang.
Berlandaskan keyakinan itu, pada 2003 atau setelah kembali Inggris, Cathy membuat proyek yang dinamai Good Vibrations. Misi utamanya membantu dan memberikan terapi kepada para narapida di penjara-penjara Inggris. Harap Cathy, lewat terapi musik gamelan, sifat anarkis dan merusak para narapida tersebut bisa hilang atau setidaknya berkurang.
BACA JUGA:Kisah Nyata: Pengakuan Pria Panggilan Yang telah Meniduri 1.700 Wanita
Hingga 33 penjara
Cathy tidak pernah memaksa para narapidana binaannya untuk menyukai musik-musik tradisional Jawa, tapi cukup belajar memainkannya. Ternyata, karena sering memainkan, tumbuh perasaan suka terhadap irama khas gamelan.
Keyakinan perempuan berambut pirang ini bahwa gamelan mampu dijadikan alat terapi ampuh seperti menemukan pembenaran. Sejumlah narapida bianaannya berangsur-angsur menunjukkan perubahan tingkah laku lebih positif.
Martin Gwynn, mantan penghuni Penjara Dovegate di Staffordshire, misalnya. "Sekarang saya jadi lebih mudah berkomunkasi dengan orang asing dan berani menatap mata mereka. Hal ini sangat membantu saya dalam mencari pekerjaan selepas menjalani masa hukuman," kata Gwynn saat diwawancarai BBC.
Pengalaman John Pawson, guru musik dan pengajar gamelan, juga layak didengarkan. Beberapa waktu lalu dia menggelar workshop gamelan di Penjara Peterborough, di wilayah timur Inggris.
Di sana dia membimbing napi perempuan temperamental yang kerap melukai diri sendiri dengan gunting, silet, atau benda-benda tajam lainnya. "Hanya dalam tempo beberapa bulan mengikuti terapi gamelan, perilaku merusaknya menurun drastis," ucap Pawson.
Kisah-kisah kesuksesan terapi gamelan yang dikampanyekan lewat Good Vibrations bukanlah pepesan kosong. Buktinya, jumlah penjara yang tertarik menggelar terapi gamelan sejak pertama kali diperkenalkan selalu meningkat. Saat ini jumlahnya lebih dari 33 penjara.
Bahkan beberapa institusi lain di luar penjara juga mulai tertarik memanfaatkannya. Luar biasa.
BACA JUGA:Misteri Jam Raksasa di Candi Borobudur