Intisari-Online.com – Pada akhir tahun 1944 hampir semua kota Jerman yang mempunyai penduduk lebih dari 100.000 jiwa telah dihancurkan atau dirusakkan hebat oleh pesawat pembom Sekutu — kecuali kota Dresden di Jerman sebelah Timur.
Sebab utama ialah karena jauhnya kota ini dari pangkalan udara Sekutu di Eropa Barat.
Demikianlah keadaan dalam bulan Desember 1944, dan sampai awal Pebruari 1945 pun nasib Dresden masih mujur: kota terbesar di Jerman — sebelum perang penduduknya 630.000 orang — yang masih utuh: bahkan belum pernah dilempari bom satupun selama peperangan yang sudah berlangsung lebih dari empat tahun itu.
Akan tetapi dalam jangka waktu pendek kota Dresden yang indah itu akan berubah, mengalami nasib kota besar lain di Jerman dan negara Iain seperti Warsawa, Rotterdam, London, Coventry, Chungking. Hamburg, Berlin.
(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)
Harapan akan selamat
Pada permulaan Februari 1945 tentara Sekutu Inggris-Amerika telah menerobos pertahanan Jerman di sebelah Barat, sedangkan tentara Soviet-Uni hanya terpisah kira-kira 100 km dari Dresden.
Dalam beberapa hari saja kota itu sudah dapat diduduki, dan dengan itu akan berakhirlah kemungkinan Dresden sebagai sasaran serangan.
Ini tidak berarti bahwa segala penderitaan mendadak akan berhenti kekurangan makanan, pakaian dan keperluan hidup sehari-hari akan tetap terasa buat beberapa waktu, akan tetapi Dresden dengan gedung-gedung dan monumen-monumennya yang indah itu sedikitnya akan selamat — dan lebih penting lagi: juga penduduknya yang sementara itu sudah lebih dari sejuta, yaitu 630.000 dari sebelum perang ditambah dengan kira-kira 500.000 kaum pengungsi.
Dalam jumlah ini belum lagi termasuk 27.000 kaum tawanan perang Sekutu.
Dalam bulan Februari 1945 itu Dresden “nyatalah suatu kota yang tak dapat dipertahankan."
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR